KUDUS, Suaranahdliyin.com – Menghadapi berbagai isu-isu terkini terkait Pondok Pesantren (Ponpes) dan perannya bagi transformasi sosial di era digital, Majelis Pengurus Cabang (MPC) Majlis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Indonesia (MP3I) Kudus melakukan komunikasi dan konsolidasi intens.
Komunikasi dan konsolidasi dilakukan, untuk memetakan dan menentukan sikap dalam menghadapai realitas sosial akhir-akhir ini.
Setidaknya ada tiga isu penting yang menjadi sorotan. Yakni terkait isu meneguhkan pesantren ramah anak, pesantren cerdas dan sehat, serta ekologi kemandirian pesantren dalam menghadapi Indonesia Emas 2045.
Pada Jum’at (28/6/2024) kemarin, komunikasi dan konsolidasi Kembali digelar. Pertemuan dilangsungkan di Ponpes Tasywiqul Furqon Kudus asuhan KH Ahmad Bahruddin MPd.
Hadir pada kesempatan itu KH Hafidz Asnawi (Ketua MPC MP3I Kudus/ pengasush Pondok Bendan) dan KH M Mujib SAg MM (Ketua Majlis Pembina PC MP3I Kudus).
Nampak pula sejumlah pengurus MPC MP3I Kudus seperti Kiai Salim MPd dan Kiai Chirzil Ala (Madrasah TBS Kudus), KH Ahmad Nasih (Ponpes Yanbu’ul Qur’an Kudus), KH Em Masyfu’i, dan KH Isbah Khalili (Pondok Qudsiyah Putri), dan Dr KH Nur Said MA (Sekretaris MPC MP3I Kudus/ pengasuh Pesantren Mahasiswa Prisma Quranuna Kudus).
Ada beberapa rumusan penting dalam pertemuan itu. Pertama, tradisi pesantren yang sejak awal digagas sebagai pusat pengembangan tafaqquh fi al-din berbasis nilai, selalu berusaha mengembangan risalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan visi Islam Rahmatan li al-’alamin.
“Sebab, falsafah dan landasan penyelenggaraan Ponpes dibangun atas dasar Islam ramah, baik dalam pikiran, sikap maupun tindakan. Maka MP3I Kudus berkomitmen mengajak insan pesantren selalu istikamah dalam menjaga visi Islam ramah dan membangun peradaban suci itu,” terang Dr KH Nur Said MA dalam siaran pers yang diterima Suaranahdliyin.com, Sabtu (29/6/2024).
Kedua, menghadapi revolusi teknologi informasi yang dikenal sebagai great disruption, MP3I Kudus tetap memegang prinsip “memelihara nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik”.
“Untuk itu, perkembangan teknologi digital termasuk media sosial, dan berbagai platform artificial intelligence, perlu dimanfaatkan sebagai media menyemai Islam ramah dalam turut mengembangkan moderasi beragama, sebagaimana dilakukan dalam gaya dakwah Walisongo dan para kiai terdahulu,” lanjutnya.
Maka dari itu, terang Dr KH Nur Said, insan pesantren diimbau bijak dan cerdas menfilter berbagai akun yang tidak sehat, agar perkembangan cyber media menjadi berkah, bukan malah mendatangkan musibah.
Ketiga, ajaran tradisi pesantren yang selalu menempatkan bab bersuci (bab al-thaharoh) pada bagian pertama dalam berbagai kitab fiqih yang dipelajari para santri/ santriyah, perlu dihidupkan melalui pengembangan ekologi pesantren yang sehat, bersih, mandiri dan bebas dari berbagai bentuk kekerasan.
“Dalam kemandirian ini, pesantren juga perlu mengembangkan inkubasi bisnis (santri preneurship) yang halalan thayyiban agar terbebas dari judi online yang meresahkan generasi bangsa akhir-akhir ini,” katanya. (rls/ ros, rid, adb)