Sinergi Pendidikan dan Ekonomi: Arsitektur Jembatan Indonesia Emas

0
55

Oleh: Mc Anam

Visi Indonesia Emas 2045 mempunyai cita-cita menjadi Negara maju dan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, bukanlah utopia.

Visi tersebut merupakan hasil dari perencanaan strategis yang menempatkan pendidikan dan ekonomi sebagai dua pilar yang saling menguatkan, membentuk sebuah jembatan kokoh yang melintasi jurang ketidakpastian dan jebakan pendapatan menengah (middle-income trap).

Hal itu mengulas secara terperinci, korelasi dan mekanisme sinergi yang diperlukan untuk membangun arsitektur jembatan tersebut.

Human Capital sebagai Aset Strategis

Sinergi antara pendidikan dan ekonomi berpusat pada investasi paling berharga yang dimiliki sebuah Negara: Sumber Daya Manusia (SDM).

Pendidikan adalah proses yang mengubah populasi menjadi human capital (modal manusia), yaitu stok pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan mereka menciptakan nilai ekonomi.

Dalam ekonomi pembangunan, Teori Human Capital menegaskan bahwa investasi dalam pendidikan, pelatihan, dan kesehatan akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi di masa depan, layaknya investasi pada mesin atau infrastruktur.

Analisis menunjukkan, bahwa setiap Rupiah yang diinvestasikan pada pendidikan dasar dan menengah cenderung memberikan return tertinggi bagi perekonomian nasional. Alasannya, Pertama, pondasi kognitif, pendidikan dasar membangun literasi, numerasi, dan kemampuan berpikir kritis yang menjadi fondasi bagi semua pelatihan dan pembelajaran teknis selanjutnya.

Kedua, efek multiplier, peningkatan kualitas SDM di tingkat dasar akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan di masa depan, yang berdampak pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) agregat. Lulusan yang berpendidikan lebih baik cenderung berinovasi, beradaptasi lebih cepat terhadap teknologi baru, dan memiliki risiko pengangguran yang lebih rendah.

Ketiga, pengurangan ketimpangan, akses yang adil terhadap pendidikan berkualitas, terutama di jenjang dasar, adalah alat yang paling efektif untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan memutus rantai kemiskinan antar-generasi.

Dengan demikian, penguatan pendidikan tidak sekadar urusan sosial, melainkan strategi ekonomi yang rasional dan wajib dilakukan untuk memastikan Indonesia memiliki tenaga kerja yang kompetitif secara global pada tahun 2045.

Pemerintah sudah menyiapkan jenis sekolah, sebagai bagian dari strategi pendidikan yang terdiferensiasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Tujuannya untuk mengatasi tiga masalah utama secara simultan.

Pertama, mengatasi kesenjangan sosial melalui Sekolah Rakyat, dengan tujuan mengangkat kelompok miskin dan menjamin keadilan.

Kedua, menciptakan keunggulan global melalui Sekolah Garuda. Tujuannya, yaitu mencetak pemimpin dan inovator masa depan.

Ketiga, mempertahankan pondasi sekolah umum, dengan tujuan memastikan pendidikan dasar dan menengah berkualitas merata untuk seluruh Masyarakat.

Dengan strategi ini, Indonesia berharap dapat memiliki human capital yang tidak hanya berkualitas tinggi melalui sekolah Garuda, tetapi juga merata dan inklusif melalui Sekolah Rakyat dan Sekolah umum. Ini sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, yang berisi komitmen terhadap pendidikan dalam kerangka “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Peta Jalan Kompetensi

Sinergi tidak akan terjadi tanpa keselarasan. Seringkali, pendidikan menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang tidak relevan dengan kebutuhan industri (skill mismatch), yang mengakibatkan tingginya pengangguran terdidik. Untuk menjembatani kesenjangan ini, diperlukan Peta Jalan Kompetensi yang terstruktur.

Peta Jalan Kompetensi memiliki mekanisme penting yang berfungsi sebagai blueprint permintaan industri dan penawaran Pendidikan sesuai keahlian. Hal ini bisa diusulkan terkait bagaimana pembagian peran untuk membangun kolaborasi antara pindidikan dan industri. melibatkan:

Pembentukan Dewan atau Badan Nasional, Badan ini bisa diisi oleh perwakilan industri (KADIN), akademisi, dan pemerintah antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan.

Pemetaan Reguler dan Proyektif, Badan ini bertugas secara reguler memetakan kebutuhan kompetensi industri untuk 10 hingga 20 tahun ke depan, dengan mempertimbangkan tren global. misalnya, Revolusi Industri 4.0, kecerdasan buatan, dan ekonomi hijau.

Penerjemahan ke kurikulum, hasil pemetaan ini harus diterjemahkan secara tegas ke dalam kurikulum pendidikan, terutama pada jenjang Vokasi (SMK) dan Pendidikan Tinggi.

Dengan adanya peta jalan ini, program studi dan kurikulum di Indonesia tidak hanya mengejar pengetahuan teoritis, tetapi juga kompetensi praktis, soft skills, dan future skills yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja yang dinamis. Ini akan mengubah pendidikan dari sekadar supplier menjadi mitra strategis industri.

Alokasi Anggaran

Sinergi antara pendidikan dan ekonomi memerlukan dukungan kebijakan yang terarah, efisien, dan partisipatif. Dana yang dialokasikan bisa berfungsi sebagai seed capital untuk pertumbuhan, bukan sekadar pengeluaran rutin.

Undang-Undang Dasar (UUD) mengamanatkan alokasi minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk fungsi pendidikan. Mandat ini adalah komitmen politik terbesar untuk membangun human capital. Namun, tantangan terbesarnya adalah efektivitas dan efisiensi penggunaannya untuk menghasilkan output ekonomi yang nyata.

Evaluasi kritis penggunaan dana 20% ini bisa berfokus pada Realisasi Outcome. Apakah dana tersebut benar-benar berhasil meningkatkan hasil belajar siswa (misalnya, skor PISA) dan mengurangi skill mismatch, atau hanya terserap di gaji guru dan pengeluaran operasional? Pengeluaran harus bergeser dari fokus pada input (misalnya jumlah buku atau gedung) ke output (peningkatan kualitas guru dan kurikulum).

Pemerataan Kualitas, dana Pendidikan bisa diprioritaskan untuk mensejahterakan guru di daerah 3T dan merevitalisasi sarana prasarana di sekolah-sekolah yang paling membutuhkan, guna menutup kesenjangan kualitas antardaerah.

Investasi vokasi dan riset. Proporsi dana yang dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan (R&D) di perguruan tinggi serta revitalisasi pendidikan vokasi perlu ditingkatkan secara signifikan. R&D adalah mesin inovasi, yang menjadi kunci utama peningkatan nilai tambah ekonomi.

Tujuan akhirnya adalah mengubah anggaran pendidikan dari sekadar dana wajib menjadi investasi strategis yang terukur dampaknya terhadap PDB dan daya saing nasional.

Dorong Sektor Swasta Berinvestasi

Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Untuk mempercepat sinergi antara pendidikan dan industri, peran sektor swasta harus didorong melalui mekanisme insentif fiskal.

Kebijakan Insentif Pajak dapat berupa Super Tax Deduction, Pemberian pengurangan pajak yang lebih besar dari biaya aktual (super tax deduction) bagi perusahaan yang berinvestasi langsung pada kegiatan pendidikan dan pelatihan, seperti Program pelatihan vokasi berbasis ganda (dual system) yang melibatkan on-the-job training.

Penyediaan beasiswa untuk program studi yang kekurangan tenaga ahli (misalnya: data science, artificial intelligence, energi terbarukan). Pengeluaran untuk R&D kolaboratif dengan perguruan tinggi.

Dana Abadi Pendidikan Swasta. Mendorong pembentukan dana abadi oleh korporasi yang keuntungannya digunakan untuk pengembangan institusi pendidikan dan riset, dengan imbalan keringanan pajak.

Dengan insentif ini, biaya pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dibagi antara pemerintah dan swasta. Perusahaan mendapatkan tenaga kerja yang siap pakai dan spesifik sesuai kebutuhannya, sementara Negara berhasil meningkatkan kualitas human capital tanpa membebani APBN secara penuh. Ini adalah model sinergi yang efisien untuk mengakselerasi pembangunan jembatan Indonesia Emas 2045. (*)

Mc Anam,

Penulis bekerja di Pusdatin Kemendikdasmen RI dan lulusan Sekolah Pascasarjana UIN dengan konsentrasi Ekonomi Islam.

 

Comments