PMII Pabelan Diskusikan Keharusan Bijak Bermedia Saat Pandemi

0
2724
dok.PMII Pabelan

SURAKARTA, Suaranahdliyin.com – Kecerdasan menerima dan membagikan informasi hendaknya dimiliki setiap orang utamanya saat pandemi seperti sekarang ini. Demikian itu mengemuka dalam Diskusi Online yang diadakan oleh PMII Komisariat Pabelan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (04/04/2020).

Kader PMII Pabelan yang juga anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pabelan UMS Tsania Laila Maghfiroh mengkritisi banyaknya media yang justru memanfaatkan pandemi untuk menaikkan rating. Kendati hal tersebut sah, akan tetapi tidak semestinya dilakukan jika dampaknya menambah kepanikan dan ketakutan masyarakat.

“Seperti halnya menampilkan judul pemberitaan yang provokatif, menyebut Korona sebagai Tentara Tuhan, menggiring opini publik hingga muncul stigma untuk menjauhi satu sama lain, bahkan saling berprasangka buruk antara satu sama lain,” kata Tsania.

Ia kemudian menawarkan perspektif yang dikemukakan oleh Yuval Noah Harari. Bahwa di saat terjadi pandemi ada tiga sosok yang diharuskan untuk bisa kompak dan saling mendukung. Ketiganya yakni Ilmuwan, Agamawan dan Negarawan.  Ketiganya harus selaras dalam menentukan suatu kebijakan dan menggiring opini publik untuk tetap optimis dan saling mendukung satu sama lain.

“Sinergitas ilmuwan, negarawan dan agamawan secara simultan akan membentuk narasi-narasi apik di dalam dinding pemberitaan. Masyarakat harus digiring untuk tetap waspada tanpa ketakutan berlebih yang berimbas pada sikap saling menyalahkan,” terang penulis Buku Aswaja dan Radikalisme Perspektif Pelajar ini.

Hanya saja, lanjut Tsania, saat ini kita juga berada di era keterbukaan informasi yang sangat bebas. Semua orang bisa memosting opininya di media sosial, semua orang berpotensi menjadi “wartawan dadakan” yang asal comot informasi tanpa disiplin verivikasi yang mumpuni. Di sini lah pentingnya peran akademisi untuk meluruskan informasi yang asal comot tersebut.

“Kita bisa menjadi informan atau bahkan influencer yang menebar informasi positif umtuk menyeimbangi pemikiran negatif pada masyarakat. Diantaranya yaitu menyebar optimisme publik, jangan panik, tabayun,” imbuh dia.

Sementara itu, narasumber lainnya, ‘Afika Hidayatin Nur, lebih menyoroti beban psikis masyarakat hari ini di tengah ujian Covid-19 yang menyasar hingga ratusan Negara di dunia. Menurutnya, sudah saatnya masyarakat berhenti mengikuti pemberitaan yang menambah ketakutan menyangkut Covid-19. Peringatan yang berlebihan, kata dia, justru akan mengakibatkan stigma sosial yang tidak sehat di tengah masyarakat.

“Seperti halnya cenderung mengucilkan keluarga korban positif Covid-19, padahal mestinya sebagai sesama kita perlu saling menguatkan, saling membantu kepayahan, tentu dengan mekanisme yang telah diatur sesuai protokol kesehatan,” jelas Afika.

Keprihatinan tentu makin dirasa ketika viral terjadi penolakan jenazah korban positif Covid-19, atau bahkan yang statusnya masih PDP (Pasien Dalam Pemantauan) dan ODP (Orang Dalam Pemantauan). Seakan mereka itu bukan lagi manusia yang patut dihargai keberadaannya, stigma sosial seperti itu yang kini memperburuk keadaan.

“Kita memang perlu waspada, menjauhi penyakit atau virusnya, tapi tidak dengan orangnya. Sebab dia juga manusia sama seperti yang lainnya,” pesan dia. (rls/rid)

Comments