
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Ki Nitisemito, yang dikenal sebagai “De Kretek Konning” atau Raja Kretek, adalah tokoh penting dalam sejarah industri kretek Indonesia. Ia mulai merintis usaha kretek pada 1906 setelah menikah dengan Mbok Nasilah.
Sebelumnya, dia sempat mencoba berbagai usaha namun mengalami banyak kegagalan. Ketekunan dan sikap pantang menyerah membuatnya mampu membangun usaha kecil rumahan menjadi perusahaan besar.
Perjalanan merek kreteknya dimulai dari “Soempil”, kemudian “Kodok Nguntal Ulo”, hingga akhirnya menetap pada merek “Bal Tiga” yang sangat dikenal.
Di bawah bendera Bal Tiga, Nitisemito sukses membangun pabrik kretek terbesar di Indonesia pada masanya, dengan sekitar 15.000 karyawan dan area seluas 6 hektare.
Pabrik tersebut berdiri pada tahun 1914 di kawasan yang kini menjadi Jalan Agil Kusumadya, Kudus. Usai wafatnya Nitisemito, pabrik Bal Tiga resmi tutup pada tahun 1953.
Selain pabrik, peninggalan lain yang tak kalah menarik adalah Rumah Kembar di Jalan Sunan Kudus. Rumah besar ini merupakan hadiah untuk dua putrinya, Nafiah dan Nahari.
Masing-masing rumah berdiri di atas lahan sekira 5.000 meter persegi, dilengkapi bangunan utama, paviliun untuk tamu-tamu penting, dapur besar, serta penjagaan dari satpam Sikh India, mantan pasukan Gorkha.
Selain itu, Ki Nitisemito juga dikenal sebagai inovator. Ia mempopulerkan alat penggulung rokok klobot kretek yang masih digunakan pada industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) hingga sekarang.
Bahkan, Bal Tiga pernah menggunakan pesawat Fokker untuk menyebarkan brosur dari udara ke wilayah Jakarta. Sebuah strategi pemasaran yang terbilang modern pada zamannya.
Warisan Nitisemito tidak hanya berupa bangunan atau merek, tetapi juga semangat inovasi dan ketekunan yang menjadikannya ikon besar dalam sejarah kretek di Indonesia.
Lokasi Museum Kretek di Jl Getas Pejaten No 155 Getas, Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Museum Kretek memiliki jam operasional kunjungan setiap hari, dari pukul 08.00 hingga 15.00 WIB.
Untuk harga tiket masuk (HTM), pengunjung dikenai tarif Rp 4.000 pada hari Senin-Sabtu, tarif Rp 5.000 pada hari Minggu dan tanggal merah. (*)
Mazidatul chilmi, mahasiswa PBSI UMK






































