
KUDUS, SuaraNahdliyin.com – Masjid At-Taqwa atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Wali Loram Kulon, berada di wilayah Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Salah satu cagar budaya itu yang memiliki nilai sejarah tinggi ini dan masih berdiri kokoh hingga kini, ini menjadi salah satu saksi perkembangan dakwah Islam di Kabupaten Kudus, khususnya wilayah Loram Kulon.
Menurut Partini, salah satu warga setempat, masjid ini dibangun pada tahun 1500-an oleh Sultan Hadlirin atas perintah Kanjeng Sunan Kudus.
Pemilihan Desa Loram Kulon sebagai lokasi pembangunan masjid, juga bukan tanpa alasan. Saat itu, transportasi di wilayah tersebut sangat mudah karena kondisi geografisnya masih berupa aliran sungai.
“Selain itu, masyarakat Loram pada masa itu mayoritas masih beragama Hindu sehingga lokasi ini dinilai strategis untuk penyebaran Islam,” terangnya.
Salah satu peninggalan penting dari dakwah Sultan Hadirin adalah Gapura Padureksan, gapura bersejarah yang menjadi akses masuk ke area masjid.
Disampaikannya, bahwa warga yang hendak memeluk Islam dan beribadah di Masjid At-Taqwa kala itu harus melewati gapura tersebut sebagai simbol pertobatan, dari pemeluk agama Hindu menjadi muslim.
Gapura Padureksan memiliki gaya bangunan unik berupa susunan batu bata merah dengan tinggi sekitar 5 meter.
“Terdapat tiga pintu masuk pada gapura itu, yakni pintu selatan, tengah, dan utara. Namun, pintu bagian tengah kini tertutup dan dilengkapi daun pintu berbahan kayu,” lanjut Partini menambahkan.
Selain menyimpan nilai sejarah, Masjid At-Taqwa juga memiliki tradisi unik yang masih dilestarikan hingga kini, yakni tradisi mubeng gapura atau berkeliling gapura bagi pasangan pengantin baru.
Tradisi tersebut diyakini membawa keberkahan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga agar selalu diberi kebahagiaan dan ketenteraman.
“Prosesi diawali dengan memasuki pintu gapura sebelah selatan, kemudian berjalan mengelilingi area gapura dan keluar melalui pintu sisi utara. Sebelum keluar, calon pengantin mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan kepada pihak masjid. Biasanya setelah itu, pengantin dan keluarga berfoto dengan latar belakang gapura masjid,” jelasnya. (*)
Cintya Hidayatus Sholekah dan Mazidatul chilmi, mahasiswa Prodi PBSI FKIP UMK.








































