Seramah Apakah Keislaman Kita ?

0
1866

Oleh Ahmad Ivan Abid Nugraha,

Islam adalah agama yang sebarkan oleh Nabi Muhammad Shollallahu A’laihi Wasallamsesuai dengan perintah Allah untuk mengajarkan ajaran tauhid (mengesakan Allah semata) dankitab suci Agama Islam adalah al-Qur’an.Islam disebarkan Nabi Muhammad untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam sesuai dengan firman Allah QS. Al-Anbiya’ ayat 107 yang berbunyi:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”

Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad membawa agama Islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir, melainkan untuk menciptakan perdamaian. Dan Kami tidak mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang yang lahir dari ajaran dan pengamalan Islam yang baik dan benar.

Akan tetapi zaman sekarang banyak sekali kesalahpahaman tentang memaknai penyebaran Agama Islam baik berupa individu atau kelompok. Banyak sekali gerakan teroisme yang berlagak dengan kata jihad fi sabilillah, gerakan radikalisme ingin merubah sistem tatanan negara menjadi khilafah, Semua itu adalah pemahaman yang salah. Lalu bagaimanakah Agama Islam yang Rahmatan Lil ‘Alaminitu ? berikut ulasannya.

  1. It Tiba’(Mencontoh)

Secara bahasa kata ittiba’ artinya adalah mengikuti. Sedangkan munurut istilah ittiba’adalah mengikuti perintah yang dibenarkan oleh Rasulullah dan menjauhi larangannya. Pendapat ini dibenarkan oleh Imam Syafi’i yang menyatakan ittiba’ adalah mengikuti pendapat-pendapat yang datang dari Rasulullah dan para sahabatnya atau datang dari tabi’in yang mendatangkan kebajikan.

Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang bertugas untuk menyampaikan Agama Islam di muka bumi ini. Allah mengutus Nabi Muhammad dengan dua tugas yang saling melengkapi pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Allah berfirman didalam QS Al-Furqan 25:56 yang artinya“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” orang yang mendapat kabar kembira tersebut adalah orang-orang mukmin yang mendapatkan karunia dari Allah Subhanahu Wata’ala. Tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu dengan berbagai cara sesuai dengan siapa yang dihadapinya.

Salah satu dakwah yang dilakukan oleh nabi adalah dengan mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar tujuannyauntuk membentuk suatu solidaritas antara kedua kaum tersebut yang nantinya sangat penting bagi perjuangan Umat Islam. Hal ini perlu kita aplikasikan di zaman sekarang, terutama kita sebagai umat muslim untuk saling mengeratkan ukhuwah tali persaudaraan.

Selain ittiba’kepada nabi, kita juga perlu mencontoh kepada para ulama’-ulama terdahulu. Seperti yang didawuhkan guru kita Romo KH. M. Arifin Fanani “Anuto wong-wong salaf uripmu bakal selamet (ikutilah perbuatan orang-orang salaf maka hidumu akan selamat) hal itu juga termkatub di kitab I’anatuth Tholibin yaitu:

و كل خير بالتباع من سلف # و كل شر في ابتداع من خلف

“Setiap perkara baik yaitu meniru ulama’-ulama’ salaf dansetiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf”.

Banyak sekali di zaman sekarang individu atau kelompok yang mengaku-ngaku berpaham salaf sampai-sampai mengaku “saya salafi”, membid’ahkan segala perkara mengkafirkan semua yang tidak sesuai dengan fahamnya. Maka dari itu kita perlu berhati-hati dalam mengambil langkah jangan mudah terpengaruh dengan apa yang disampaikan orang yang tidak jelas kealimannya. Tersebar luas di media sosial dengan lagak bak seorang pendakwah menyampaikan iniitu tetapi tidak didasari dengan keilmuan yang pas dengan apa yang dilakukan dan diajarkan oleh Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam.

Maka dari itu kita sebagai santri, ikutilah apa yang diajarkan guru-guru kita jaga paham keilmuan kita jangan sampai terpengaruh dengan rayuan orang-orang yang tidak sepaham dengan kita.

Ittiba’ ini digolongkan menjadi 3 yaitu:

  1. Ittiba’ kepada Allah hukumnya wajib,
  2. Ittiba’ kepada Nabi Muhammad hukumnya wajib,
  3. Ittiba’ kepada sahabat nabi, tabi’in, tabi’it tabi’in atau para ulama’ dengan mengerti dalil-dalil dan alasannya sebagai perbuatan yang utama.
  4. Berpaham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah secara bahasa berasal dari tiga kata yaitu Ahlun (أهل)artinya adalah keluarga/pengikut. As-Sunnah (السنة)yang artinya jalan dan Al-Jama’ah (الجماعة)yang artinya golongan / kelompok mayoritas.

Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadist, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin setelahnya. Hal ini sesuai hadist yang diriwayatkan Imam Tirmidzi yaitu:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً.

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.” (HR Tirmidzi).

Perbedaan ini mulai muncul katika Rasulullah wafat dan terjadi lebih banyak lagi perbedaan setelah masa Khulafaurrosyidin. Perbedaan ini terdapat pada ajaran-ajaran islam khususnya pada bidang aqidah. Hal ini dapat membahayakan umat muslim oleh karena itu Rasulullah Sholla Allahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan kepada umat islam untuk tetap berpegang teguh kepada sunnah Rasul dan Sahabatnya. Sesuai Hadist yang diriwayatkan Imam Abu Dawud sebagai berikut:

عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بِنْ سَارِيَةَ رضي الله عنه قَالَ: وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُبُ, وَذَرَفَتْ مِنْهِا الْعُيُونُ, فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ, كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ, فَأَوْصِنَا, قَالَ:” أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ, وَالسَّمْعِ وَالطَّاعةِ, وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ, عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ, فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةً ضَلاَلَةٌ.” رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ, وَقَالَ:حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.

Dari Abu Najih Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat kepada kami dengan sebuah nasehat yang menyebabkan hati bergetar dan air mata berlinang, lalu kami berkata: ‘Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat!

Beliau bersabda: ”Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa) meskipun kalian diperintah oleh seorang budak Habasyi. Dan sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bid`ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan shahih).

Sebagai bentuk pengamalan hadist di atas, kita sebagai orang Nahdhotul ‘Ulama’ harus tetap berpegang teguh kepada empat pokok yang harus dilaksanakan yaitu Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, dan Qiyas.

Paham-paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memiliki imam tersendiri, berikut adalah paham Ahlussunnah dan para imamnya:

  • Bidang Akidah

Di dalam akidah Ahlussunnah mengikuti Aliran Asy’ariyah yang didirikan oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari. Beliau lahir di Basrah pada tahun 260 H atau 873 M dan meninggal pada tahun 324 H atau 935 M. Konsep Akidah Asy’ariyah berhasil memadukan atau mengambil jalan tengah diantara kelompok-kelompok yang bertentangan.

Yang kedua yaitu mengikuti Aliran Maturidiyah yang didirikan oleh Imam Abu Manshur Almaturidi, lahir di Samarkand (Uzbekistan). Beliau lahir sekitar tahun 238 H/ 853 M dan wafat pada tahun 333 H / 944 M. Antara Aliran Maturidiyah dan Asy’ariyah memiliki keselarasan dalam bidang Akidah Islam. Keduanya memiliki paham yang tidak ekstrim, yaitu moderat (tengah-tengah) mampu menengahi pendapat-pendapat yang bertentangan. Yang membedakan keduanya yaitu dalam bidang fikih, Asy’ariyah mengikuti Madzhab Imam Syafi’i sedangkan Maturidiyah mengikuti Madzhab Imam Hanafi.

  • Bidang Fiqh

Untuk Bidang Fiqh Ahlussunnah harus mengikuti empat madzhab (Madzahibul Aba’ah) yaitu mengikuti Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Hanbali. Bagi pengikut Paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memiliki kewajiban untuk bermadzhab kepada salah satu imam yang telah disebutkan tadi.

Bermadzhab adalah bertaqlidnya orang awam atau orang yang belum mencapai tingakatan mujtahid, kepada madzhab imam mujtahid, baik konsisten mengikuti satu madzhab saja atau berpindah dari satu madzhab ke yang lain. Dalam bidang syari’at seseorang diwajibkan untuk bermadzhab agar dalam melaksanakan suatu ibadah memiliki pedoman / ajaran sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Karena para Ulama’ adalah penerus para nabi.

  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dari sudut pandang zaman sekarang, sebuah kemunkaran sudah marak di dunia ini utamanya di negeri kita sendiri. Kita kembalikan ke sifat asli manusia yaitu tempatnya salah dan lupa, terkadang perbuatan munkar menjadi sebuah kebiasaan di sekitar kita contoh berkata kasar (misoh-red jawa). Lalu kita juga sering ingin mengingatkan teman atau saudara kita yang sedang melakukan suatu kesalahan tetapi kita selalu mikir-mikir terlebih dahulu seperti ucapan “aku ameh ngelekke tapi kepiye wong awakku dewe ae durung apik” sering sekali saya (penulis) mendengarkan kata-kata tersebut dari seseorang, hal ini perlu kita tinjau kembali jika semua orang mempunyai pikiran seperti itu maka tidak akan ada perbuatan nahi munkar di sekitar kita. Semua orang akan merasa dirinya belum cukup pantas melakukan perbuatan nahi munkar, jika perbuatan ini diterus-teruskan maka kemunkaran akan terus merajalela.

Kita diperintah untuk melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar sesuai dengan hadist nabi yang artinya, “Hendaklah kamu beramar makruf (menyuruh berbuat baik) dan benahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka).” (HR. Abu Dzar).

Akan tetapi di Zaman sekarang perbuatan amar ma’ruf justru banyak sekali kita temukan, contoh banyaknya penceramah yang mengajak untuk melakukan suatu kebaikan. Di Zaman sekarang seseorang yang mempunyai keahlian public speaking (keahlian berbicara di depan orang lain) dan ditambah wawasan sedikit tentang agama islam sudah bisa dipanggil dengan sebutan “Ustadz”. Padahal di kitab Ta’limul muta’allim dijelaskan bahwa seorang murid hendaklah memilih guru yang alim dan waro’ (wirai). Banyak sekali orang yang mengaku-ngaku dirinya alim, ketika berbicara seperti lagaknya seorang ulama’ akan tetapi perilakunya dan hatinya tidak bisa disebut sebagai ulama’. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dalam memilih guru untuk dijadikan panutan, Karena ada suatu maqolah mengatakan:

لسانهم لسان العلماء, قلوبهم قلوب السفهاء

Lisan mereka seperti lisannya para ulama’ tetapi hati mereka adalah hati orang-orang bodoh. Memang ada maqolah yang mengatakan “اُنظر ما قال ولا تنظر من قال” (lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihatlah siapa yang mengatakan) tapi disamping itu juga ada maqolah “لسان الحال أفصح من لسان المقال”, kita juga perlu melihat latar belakang perilaku/perbuatan orang yang mengucapkan, maka dari itu kita perlu meninjau keduanya, yaitu dengan mengambil apa isi yang diucapkan dan meniru perbuatan yang dilakukan, contohnya kepada para masyayikh (guru) kita.

Maka bisa diambil kesimpul dari 3 hal tersebut yaitu kita sebagai Umat Muslim untuk tetap berpegang teguh dengan Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, dan Qiyas. Serta selalu mengamalkan ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dan tidak lupa untuk tetap selalu melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.(*)

Ahmad Ivan Abid Nugraha,

Lahir pada hari Sabtu, 19 Maret 2005 M. Alamat Tahunan 04/01 Tahunan Jepara. Dulu sekolah di SDN 6 Tahunan, lalu sekolah di MTs NU TBS kudus, dan sekarang berada di jenjang kelas 12 MIPA 1 MA NU TBS Kudus. Dan, kini penulis juga menempuh ilmu di Ma’hadul ‘Ulumiys Syar’iyyah Yanbu’ul Qur’an Lil banin Kudus. Hobi sejak MTs adalah menulis, dahulu ketika duduk di jenjang kelas 8 Tsanawy pernah mendapatkan juara 2 menulis biografi masyayikh pada ajang PORSEMA.

Catatan:
Artikel ini dipublikasikan untuk kepentingan lomba, sehingga tidak dilakukan proses editing oleh pihak redaksi.

Comments