JATMAN Tidak Bisa Dipisahkan Dari Sejarah Perjuangan NU

0
112
Rais Aam PBNU KH Miftakhul Akhyar didampingi Rais Ali JATMAN KH. Ahmad Chalwani Nawawi memasuki tempat pelantikan JATMAN di Purworejo

PURWOREJO, Suaranahdliyin.cpm – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH.Miftachul Akhyar menegaskan bahwa keberadaan Jam’iyah Ahli Thariqah An-Nahdliyah (JATMAN) tidak bisa dipisahkan dari sejarah dan dinamika perjuangan Nahdlatul Ulama.

KH. Miftahul Akhyar menyampaikan hal itu dalam acara pelantikan Idarah Aliyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) masa khidmah 2025–2030 di Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Kabupaten Purworejo, Senin (7/7/2025).lalu.

“JATMAN bukan hanya organisasi thariqah, tapi juga wadah menjaga kedalaman spiritual Islam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Aswaja an-Nahdliyah,”ujarnya.

Kiai Miftach mengulas kembali sejarah awal berdirinya organisasi thariqah di lingkungan NU. Ia menyebut, JATMAN awalnya bernama TNU, singkatan dari Thariqah Nahdlatul Ulama, yang didirikan sekitar tahun 1957. Nama itu sempat membuat orang keliru mengira ada kaitan dengan TNI, karena bunyinya hampir serupa.

“Kalau tidak salah tadi Mudir ‘Ali menyebut ada yang mengira JATMAN dulu itu ada kaitannya dengan TNI. Padahal benar, dulu namanya TNU—Thariqah Nahdlatul Ulama. Baru menjelang muktamar pertamanya di Semarang, tahun 1959, namanya berubah menjadi Jam’iyyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah. Lalu, belakangan ditambah An-Nahdliyyah’,” jelasnya.

Memang ajaran Tarekat itu sendiri, terang dia, jauh lebih tua, lahir bersamaan dengan Islam bahkan bagian dari Islam itu sendiri. Tapi secara jam’iyyah, JATMAN baru lahir tahun 1957.

“Maka, tentu usianya lebih muda dari Nahdlatul Ulama yang berdiri tahun 1926, ujar pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini.”tandas Kiai Miftach.

Kiai Miftach menegaskan bahwa para ulama pendiri NU seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari juga menjalankan Tarekat. Ia bahkan menerima baiat dan talqin dari Syekh Abdul Manan.

“Saya sangat berharap, seluruh pengurus NU itu berthariqah. Bahkan kalau bisa semua warga NU, bukan hanya pengurus, juga bertarekat,” harapnya.

Namun demikian, ia mengingatkan agar keterlibatan dalam Tarekat tidak mengganggu roda organisasi. Harus ada pembagian peran yang jelas agar NU tetap berjalan baik, baik secara struktural maupun kultural.

Lebih jauh, ia menyebut NU sebagai miniatur Islam yang utuh, bukan hanya dari aspek akidah, tetapi juga mencakup syariat dan tasawuf. NU menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), sebuah paham akidah yang moderat dan menjaga keseimbangan antara dimensi lahir dan batin.

“NU itu mengikuti apa yang diperintahkan Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Islam. Jadi kita tidak membuat pembandingan.Tugas-tugas ini hanya bisa dijalankan dengan struktur yang rapi, dan tentu spiritualitas yang kokoh,” tegasnya.(nfk/adb

Comments