K. Suharto, Gigih Bertani dan Mengabdi untuk Umat

0
183
K.Suharto

Di tengah modernisasi yang kian menggoda generasi muda, K. Suharto (64 tahun) adalah sosok yang sangat tepat sebagai teladan yang tekun sebagai petani. Warga desa Larikrejo RT 03 RW 02 Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus ini meyakini bahwa kemuliaan dan keberkahan dapat tumbuh dari ladang yang digarap dengan hati ikhlas dan niat mengabdi.

K.Suharto bukan hanya seorang petani, tapi juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang kokoh berakar di desanya .Saat ini, ia menjadi Wakil Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama desa Larikrejo.

K. Suharto lahir dan tumbuh di lingkungan petani. Sejak kecil, tangannya telah akrab dengan cangkul, lumpur sawah, dan musim tanam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan desa. “Sebelum menikah, saya sudah memulai bertani secara mandiri, mewarisi ilmu dan nilai dari orang tua seorang petani,”tuturnya saat ditemui Rabu malam (6/5)2025).

Tahun 1975 menjadi titik balik penting dalam hidupnya. Suami Hartiwi ini memutuskan untuk menjadikan bertani bukan sekadar rutinitas, tetapi sebagai jalan hidup dan sumber nafkah utama. Ketuja banyak orang mulai beralih profesi dan meninggalkan lahan pertanian, K. Suharto justru memilih untuk menekuni dunia tani dengan lebih serius dan tekun.

Sebagai tokoh NU di Ranting Larekrejo, ayah dua anak ini dikenal karena kontribusinya di bidang keagamaan, juga karena konsistensinya dalam menjaga marwah pertanian sebagai bagian dari identitas masyarakat Nahdliyin. Di tengah kesibukan menggarap lahan sawah, K.Suharto tetap aktif dalam kegiatan ke-NU-an, menjadi panutan warga dalam hal keistiqamahan ibadah, kepedulian sosial, dan semangat gotong royong.

Sumber Ilmu Bagi Akademisi.

Sejak tahun 2010, rumah dan sawah K. Suharto kerap dikunjungi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik dari Kudus seperti  UMK, IAIN, UMKU maupun universitas luar daerah. Mereka datang untuk belajar langsung dari pengalaman K.Suharto  sebagai petani tradisional yang sukses sekaligus tokoh masyarakat yang bijak.

Ia sering dijadikan sebagai obyek utama serta narasumber dalam penelitian yang berkaitan dengan pertanian lokal, kearifan desa, dan dinamika sosial masyarakat Nahdliyin. Ini membuktikan bahwa pengetahuan lokal yang ia miliki telah menjadi aset intelektual yang berharga dengan media tanamnya.

K. Suharto adalah cerminan bahwa bertani bukan penghalang untuk menjadi tokoh, pemimpin, atau figur yang disegani. Beliau menunjukkan bahwa pengabdian kepada umat bisa dimulai dari lahan dan sawah dari jerih payah yang halal dan berkah.

“Jangan malu jadi petani. Tanah adalah saksi kesetiaan kita kepada rezeki yang halal, dan pertanian adalah ladang jihad bagi kaum Nahdliyin,”pesan K.Suharto yang sering di sampaikan kepada para pemuda NU.

Dalam kancah kepemimpinan MWC NU Kecamatan Undaan yang baru, sosok seperti K. Suharto sangatlah layak untuk mendapat tempat istimewa. Ketokohannya bukan dibentuk oleh gelar akademik atau pangkat, tetapi oleh dedikasi, keteladanan, dan kedekatan yang nyata dengan masyarakat akar rumput.

K.Suharto adalah pengingat bahwa NU dibangun dari semangat kaum sarungan dan kaum tani yang tidak pernah lelah berjuang, baik untuk dunia maupun akhirat.(Khoerul Anas-Ketua Bidang LPBI MWC NU Kecamatan Undaan/adb

Comments