Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Lingkungan Madrasah Ibtidaiyah dalam Merawat Tradisi Nahdlatul Ulama

0
1834

Oleh : Zulfatun Na’im

Budaya adalah kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam memperbaiki kualitas hidup yang memiliki karakteristik berubah secara terus menerus. Budaya yang berjalan di masyarakat tentunya ada yang baik dan buruk. Beragam budaya yang mampu memberikan dampak positif dalam kehidupan harus tetap di rawat dengan baik. Nahdlatul ‘Ulama memiliki karakter memadukan tradisi ulama salaf dengan tradisi budaya lokal. Nahdlatul ‘Ulama juga memiliki sejumlah tradisi khas, seperti tahlilan, dibaan dan ziarah kubur.

Dalam rangka untuk merawat tradisi yang menjadi amaliyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah oleh warga NU maka dapat dilaksanakan mulai dari pendidikan dasar, yaitu dari Madrasah Ibtidaiyyah.

Madrasah adalah ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan proses pendidikan Islam. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari tradisi pendidikan agama dalam masyarakat, memiliki arti penting sehingga keberadaanya terus diperjuangkan. Dengan demikian posisi madrasah tidak hanya dipahami sebagai lembaga pendidikan yang sederajat dengan sekolah lain. Akan tetapi, sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi membentuk peserta didik yang religius dan berakhlak islami. Secara hakikat pendidikan di madrasah pada umumnya tidak hanya mengajarkan Islam sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan, melainkan selalu mengaitkan semuanya dengan praktik (amaliyah) yang bermuatan nilai dan moral khususnya pada Madrasah Ibtidaiyyah NU sebagai tempat merawat tradisi Ahlussunnah Waljama’ah.

Dalam rangka agar tradisi Ahlus Sunnah Waljam’ah tersebut dapat dirawat dengan baik di lingkungan Madrasah, maka madrasah dapat menerapkan Gerakan Literasi Sekolah dengan materi-materi Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyah.

Gerakan literasi sekolah sendiri merupakan suatu program lanjutan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut, yaitu adanya keharusan bagi peserta didik membaca buku non-teks pelajaran selama 15 menit setiap hari sebelum jam pelajaran. Hal ini dilakukan agar di madrasah memiliki gerakan yang positif dalam penumbuhan budi pekerti, salah satunya yaitu dengan pembiasaan minat baca peserta didik. Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan dan pembelajaran. Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah dapat dilaksanakan dengan berbagai tahapan, yaitu: Pertaman, Pembiasaan untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap bacaan dan juga terhadap kegiatan membaca dalam diri seluruh stakeholder di Madrasah. Penumbuhan minat baca merupakan hal yang fundamental bagi kemampuan literasi peserta didik. Contoh: 15 menit membaca amaliyah aswaja setiap hari Sabtu sebelum memulai pembelajaran dimulai dari kelas 1-6. Untuk amaliyah aswaja dapat berbeda setiap harinya. Misalnya, dibaan,(Sholawat Nabi), tahlil dan seterusnya. Akan lebih baik, apabila di lengkapi dengan terjemahan agar peserta didik mampu meneladi sikap Nabi yang ada di Sholawat al-Barjanzi. Selain itu juga, dapat dilaksanakan dengan pembiasaan membaca Sejarah Islam pada hari berikutnya selama 15 menit. Kedua, Pengembangan untuk mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berfikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif. Contoh: Melaksanakan ujian praktek tentang amaliyah aswaja (tahlil, dibaan dan lain-lain) bagi kelas tinggi. Ketiga, Pembelajaran, dalam tahap pembelajaran ada tagihan yang sifatnya akademis (dikaitkan dengan mata pelajaran) Contoh: pembiasaan amaliyah aswaja menjadi salah satu pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Misalnya dalam kelas full day kelas tinggi harus sudah hafal tahlil.

Dengan demikian, Gerakan Literasi Sekolah dapat dijadikan sebagai salah satu program untuk merawat tradisi Nahdlatul ‘Ulama khususnya yang ada di tingkat Madrsah Ibtidaiyyah. GLS ini dapat dilaksanakan dengan 3 tahap, yaitu: pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Wallahu A‘lam.(*)

Referensi:

Yulisa Wandasari. “Implementasi Gerakan Lterasi Sekolah (GLS) Sebagai Pembentuk Pendidikan Karakter”.  Jurnal Manajemen, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan 1, no. 1 (2017).

Ahmad Shofiyuddin Ichsan. “Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Islam”. Institut Ilmu Al-Qur’an An Nur Yogyakarta.

Sayyidi dan Salman Al-Farizi. “Implementasi Nilai-Nilai Ke-NU-an di Desa Selokbesuki Lumajang”. Tarbiyatuna:Jurnal Pendidikan Islam 3,no. 1 (2020).

Akhmad Sirojudin. “Manajemen Pendidikan Madrsah Ibtidaiyyah”. Modeling: Jurnal Program Studi PGMI 6, no. 2 (2019).

Santo. “Literasi Untuk Menghadapi Persaingan Global Abad 21”. Inovasi Pendidikan (Bunga rampai kajian pendidikan Karakter, literasi dan kompetensi pendidik dalam menghadapi abad 21).

Zulfatun Na’im

Penulis adalah pendidik di MINU Miftahul Huda 02 Karangmalang Gebog Kudus. Ia dilahirkan pada tanggal 04 Maret 2000 di Kabupaten Kudus. Anak kedua dari dua bersaudara. Dari Bapak Suprapto dan Ibu Rumindah.

Silsilah pendidikan dimulai dari SD N 3 Prambatan Lor, kemudian meneruskan ke MTs Mu’allimat NU Kudus. Kemudian ke MA Mu’allimat NU Kudus dan lulus pada tahun 2017.

Setelah lulus dari MA kemudian pada tahun 2017 juga melanjutkan kuliah ke IAIN Kudus mengambil Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah dan lulus pada tahun 2021.

Pengalaman organisasi penulis

Ketua Ranting IPPNU Prambatan Lor (2018-2020)

Bendahara HMPS PGMI IAIN Kudus (2019-2020)

Pengurus PAC IPPNU Kaliwungu Kudus (2017 – 2019)

Bendahara OSIS MA Mu’allimat NU Kudus (2016-2017)

Sekretaris PK IPPNU MA Mu’allimat NU Kudus (2016-2017)

Tim Redaksi Majalah Kalamuna MA Mu’allimat NU Kudus (2016-2017)

Koordinator Pengkaderan PR IPPNU Prambatan Lor (2016 – 2018)

Catatan:
Artikel ini dipublikasikan untuk kepentingan lomba, sehingga tidak dilakukan proses editing oleh pihak redaksi.

 

 

 

Comments