JAKARTA, Suaranahdliyin.com – Undang – undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pemerintah kini tengah menyusun regulasi turunan dari UU CK. Salah satunya adalah RPP Jaminan Produk Halal (RPP JPH) sebagai perbaikan dari PP No. 31 Tahun 2019.
Terkait dengan hal itu, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, menyampaikan, bahwa penyusunan RPP Jaminan Produk Halal, harus dilakukan secara transparan dan terbuka, dengan melibatkan organisasi-organisasi keagamaan.
“Tidak boleh ada organisasi keagamaan yang mempunyai kedudukan diistimewakan dalam proses penyusunan RPP tersebut,” ujar Rumadi Ahmad, ketua Lakpesdam PBNU dalam keterangan pers-nya.
Dia menambahkan, penyusunan RPP JPH harus diarahkan untuk memperkuat Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH), baik terkait dengan otoritas yang dimiliki maupun kelembagaan BPJPH, bukan hanya di pusat, tapi juga di daerah. Ini penting untuk mendekatkan pelayanan BPJPH dengan masyarakat, dan memastikan pelayanan bisa berlangsung dengan cepat, maksimal 21 hari kerja seperti terdapat dalam UU CK.
“Terkait kewenangan BPJPH melakukan akreditasi Lembaga Penjamin Halal (LPH) dan sertifikasi auditor halal sebagaimana diamanatkan dalam UU CK, harus tetap menjadi kewenangan BPJPH. Sebelumnya, kewenangan tersebut diberikan kepada MUI, sehingga MUI mempunyai tiga fungsi, yaitu melakukan akreditasi LPH, melakukan sertifikasi auditor halal, dan penetapan kehalalan produk. Dengan UU CK, kewenganan MUI yaitu penetapan produk halal melalui fatwa. Kewenangan yang lain diberikan kepada kepada BPJPH,” terangnya.
Selanjutnya, kewenangan BPJPH terkait akreditasi LPH dan sertifikasi auditor halal penting terus diperkuat dan tidak diserahkan ke MUI. Hal itu untuk mempercepat produksi tenaga auditor halal dan mempercepat berdirinya LPH; menghindari kewenangan ganda yang sarat konflik kepentingan, membingungkan; dan memperpanjang proses sertifikasi auditor halal dan pendirian LPH.
Sedang terkait persyaratan menjadi auditor halal yang hanya diberikan kepada S1 bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian, RPP JPH perlu membuka peluang kepada alumni pondok pesantren dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKI) agar bisa menjadi auditor halal. Ini penting, agar alumni pondok pesantren dan PTKI juga mempunyai akses untuk menjadi auditor halal.
“Terkait dengan pendampingan UMKM untuk mendapatkan sertikasi halal secara gratis, harus dilakukan dengan mudah dan sederhana. Semua organsiasi keagamaan dan perguruan tinggi mesti diberi ruang untuk melakukan pendampingan UMKM,” katanya. (rls/ adb, ros, rid)