Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM
BANYAK situs tentang bid’ah ala Wahabi yang beredar di dunia maya. Dalil “Kullu bid’atin dhallalah” (Muslim 6/154) tak pernah ketinggalan. Hadis “Man ‘amila ‘amalan laisa fihi amruna fa huwa raddun” (Bukhari 20; Muslim 1718) selalu dikantongi.
Tetapi sebaliknya, banyak kalangan yang bingung alias konfus, lalu mempertanyakan hal-hal sebagai berikut:
Pertama; inkonsistensi Wahabi. Satu sisi mereka menerima penisbatan kepada Muhammad Bin Abdul Wahab (Syaikh Bin Baaz, Majmu’ Fatawa… 9/230; F7atawa Nurun Ala ad-Darbi 1/17) dkk. Sementara Wahabi yang lain mengingkarinya. Katanya Wahabi adalah pengikut ahli bid’ah Khawarij Abdul Wahab Bin Abdurrahman Bin Rustum 2 H.
Kedua; diferensiasi bid’ah Wahabi. Menurut Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, bid’ah dibagi dua. Hasanah dan Sayyiah=dhalalah (Ad-Durar ad-Saniyah 5/103). Ini senada dengan Syaikh Ibnu Taimiyah (Majmu’ Fatawa, 29: 163). Tetapi Syaikh Al-Utsaimin menetapkan bid’ah hanya satu, sampai kapanpun, yakni bid’ah dhalalah dan tidak bisa dibagi tiga, lima dst. (Al-Ibda’ fi Kamali as-Syar’i…13).
Aneh bin ajaib! Ujungnya Syaikh Utsaimin membagi bid’ah menjadi dua, yakni bid’ah diniyah dan bid’ah dunyawiyah (Syarah Al-Aqidah Al-Wasathiyah, 639-640) yang memicu sekularisme dalam Islam.
Ketiga; bias identifikasi bid’ah. Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab memasukkan kodifikasi al-Quran era Khalifah Abu Bakar sebagai ibadah sehingga disebut bid’ah hasanah. Syaikh Utsaimin memasukkannya dalam kategori bid’ah duniawiyah yang bukan ibadah (?)
Keempat; an-la Madzhabiyah sebagai pemersatu umat. Wahabi-Salafi mengklaim bahwa setelah kembali kepada al-Quran dan Sunnah, dijamin tidak ada bid’ah berupa firqah dalam Islam.
Ternyata perang dingin (cold war) maupun perang panas (hot war) antara firqah mereka tiada henti. Wujudnya saling takfir, saling membid’ah dan perang fisik. Perpecahan ini berakar pada hulunya di Saudi yang pecah menjadi:
1). Ulama Resmi Saudi. Syaikh Bin Baaz dkk. Ditambah Markaz Albani di Yordan dan Syaikh Muqbil di Yaman, guru Ja’far Umar Talib. Kemapanan ala ulama Wahabi resmi mulai terusik soal politik. Yaitu sikap kritis terhadap kerajaan dengan lahirnya gerakan reformasi Al-Sahwah al-Islamiyah. Mereka adalah para pelarian aktivis Ikhwanul Muslimin, Mesir, murid Sayid Quthub yang oleh Wahabi resmi divonis ahlul bid’ah. Mereka menguasai kampus-kampus sejak era 1960-an.
2). Oposan Saudi. Dari embrio As-Sahwah… lahir tokoh pentingnya adalah Muhammad Bin Surur yang bersikap keras atas koalisi Saudi dengan AS dalam perang teluk. Gerakan oposisi ini lalu dipindahkan markaznya di London. Mereka sering disebut ahli bid’ah Sururiyah-Hizbiyah. Di Indonesia, geger internal mereka juga berujung saling mengkafirkan.
3). Wahabi-Salafi-Jihadi. Al-Qaeda, ISIS, JI, JAD, JAT dan sebagainya yang suka berpecah dan saling mentahdzir. Bahkan perang seperti ISIS terhadap induknya, Al-Qaeda.
Kelima; khilafiyah dasariyah. Satu contoh, sebagian Wahabi-Salafi menghukumi sepakbola sebagai bid’ah dan haram. Alasannya: a). Karena tasyabbuh (Abu Dawud 4031) dengan orang kafir; b). Tidak menerapkan hukum Allah berupa qishash sehingga menjadi kafir, zalim dan fasiq (QS. 5: 44, 45 dan 47). Mestinya pesepakbola yang menyakiti lawan harus diqishash (QS. 5: 45). Jadi bukan diberi kartu kuning atau merah. Dhiyab Bin Saad Aalu Hamdan al-Ghamidii al-Wahabi dalam Haqiqah Kurrah al-Qadam mutlak membid’ahkan sepak bola. Lajnah Daimah membolehkan dengan beberapa syarat (Fatwa No 3323).
Keenam; bid’ah sainteks. Mestinya menurut konteks hadis, hanya saintek yang disebut masalah dunia. Yaitu analog asbabul wurud hadis tentang mengawinankan kurma (Muslim 2363). Tetapi fatwa Wahabi: bid’ah makan pakai sendok (Syaikh Muqbil dalam As-Shawaiq fi Tahrimil Mala’iq). Lalu, bagaimana jika naik haji naik pesawat (?) Wallahu a’lam. (*)
Dr KH Muchotob Hamzah MM,
Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo.