Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM
Sejak zaman Jahilyah (Pra Islam), sudah ada sistem ekonomi dan sosial yang kemudian diwarisi oleh umat manusia. Yakni sistem ekonomi kapitalisme (Arab Jahiliyah) dan komunisme (Masdakisme, Zoroaster Persia).
Kapitalisme di dunia Islam juga berawal dari sistem ekonomi Arab Jahiliyah. Kemudian pada era modern, mendapat suntikan dari Ethica Protestan yang dibawa oleh kolonialis. Karakternya: 1). Abai terhadap eksistensi hukum Tuhan; 2). Bertumpu pada kapital (modal); 3). Praktik “exploitation de l’homme par l’homme” (saling hisap); 4). Liberal; 5). Individualistik.
Kemudian komunisme merupakan metamorfosa dari sosialisme Mazdak (600 SM.) dari agama Persia kuno. Karakternya: 1). Kebersamaan; 2). Properti dan wanita dijadikan milik bersama (ini ditentang oleh pendeta Zoroaster Ortodok; www.britanica-com.translate.google). Selanjutnya, di era modern ditambah Karl Marx (1818-1883); 3). Atheisme; 4). Seluruh kekayaan masyarakat di tangan Negara; 5). Demokrasi proletar.
Ketika di bawah pemerintah kolonial Barat, Negara dan kebanyakan umat Islam menggunakan sistem kapitalisme ini. Lalu setelah merdeka, mereka mencoba sistem sosialismenya Michael Aflak (1910-1989) asal Suriyah dengan partai Ba’ats-nya, namun gagal juga.
Setelah perang dingin dan blok komunis terceraiberai (1918), maka Amerika Serikat yang merasa sebagai pemilik utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi ‘jawara’. Sampai hari ini, mereka masih menjadi Negara terkaya.
Sebenarnya kedua sistem ekonomi ini, secara parsial tidak linier dengan Islam. Sejak Rasulullah Muhammad sukses mendirikan Negara berbasis “Kalimatin Sawaa’in” (QS. 3: 64) di Madinah yang dikenal dengan “Madinatul Munawarah” (kota sejuta cahaya) berdasar Piagam Madinah dan berpayung pada al-Quran, Islam telah membawa sistem ekonomi yang elegan.
Will Durant, (1926) dalam “The History of Civilization” vol. xiii, hlm. 151 menyatakan, bahwa Islam telah memikat hati ratusan bangsa. Mereka tersebar sepanjang dari Madrid, Maroko hingga Merauke (3M). Islam telah berhasil mendominasi cita-cita dan akhlak mereka serta berhasil membentuk gaya hidup umat.
Akan tetapi via kolonial, pengaruh sistem ekonomi era jahiliyah menyisa dengan indikatornya bisa dilihat hingga kini. Yaitu dari konteks ayat ketika Allah mengajak agar mereka mau beriman dan berjihad di jalan-Nya menggunakan istilah tijarah, yakni dagang atau komoditi (QS.61: 10).
Artinya, orang Islam baru saja lepas dari ekonomi jahiliyah yang gila dagang (bukan hobi dagang). Kemudian agar umat peduli kepada kaum dhu’afa’, firman menggunakan istilah “qardh” (utang piutang). Kaum hartawan diposisikan sebagai kreditur, Allah Yang Maha Kaya sebagai debitur atau penerima utang (QS. 2: 245).
Ini menggambarkan masyarakat “Rent seeking society” (pencari riba). Maka Allah berjanji melipatgandakan harta kepada mereka yang mau membantu kaum dhu’afa. Kemudian ayat-ayat tentang riba (QS.3: 130) dan lainnya, menjadi penanda bahwa umat masih saja terjebak dalam jeratan ekonomi ribawi.
Alhamdulillah, setelah lama terlindas oleh kedua sistem tersebut, dunia Islam mulai bangkit. Sistem ekonomi Islam mulai tumbuh dengan karakteristik: 1). Sistem bagi hasil yang adil; 2). Menggabungkan nilai spiritual dan material; 3). Kewajiban dan hak sesuai dengan ajaran Islam; 4). Kepemilikan multijenis; 5). Berbasis akidah, syariah dan akhlak; 6). Keseimbangan ruhaniyah dan jasmaniyah; 7). Berbagi ruang dengan Negara dan pemerintah; 8). Nirpraktik riba mulai nampak. Khususnya Indonesia, ditandai pula dengan membangun Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan puluhan Undang-Undang ekonomi syari’ah.
Mari aktualisasikan ekonomi syari’ah melalui seminar dan kehidupan di sekitar kita. Kita sebarkan sistem ekonomi Islam melalui dunia maya, dan kita eksekusi dalam dunia nyata. Jangan sampai ada komentar: Teorinya “Ekonomi Syari’ah” praktiknya, “Ekonomi Saruuu…ach”. Wallaahu a’lam. (*)
Dr KH Muchotob Hamzah MM,
Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo.