UU Perlindungan Anak Bukan untuk Batasi Tugas Guru

0
55
Pembicara sosialisasi UU Perlindungan Anak LPBHNU dan Pergunu Kudus, kemarin

KUDUS,Suaranahdliyin.com – Undang-undang (UU) Perlindungan Anak bukan untuk membatasi tugas guru. Tetapi sebagai pedoman agar profesi pendidik berjalan proporsional dan profesional.

Penegasan ini disampaikan  Kanit IV PPA Polres Kudus, Iptu Hendro Santiko, S.H., M.H.saat menjadi pembicara Sosialisasi UU Perlindungan Anak yang diadakan Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) kabupaten Kudus di SMk NU Ma’arif Prambatan Kudus, Rabu (8/10/2025).

Di hadapan peserta yang srbagian besar wakil kepala sekolah /madrasah di lingkungan Ma’arif  Kudus ini, Iptu Hendro memaparkan implementasi Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) dalam dunia pendidikan. Menurutnya, guru memiliki ruang lingkup yang sensitif karena berhadapan langsung dengan peserta didik.

“Sehingga perlu memahami batasan dan parameter hukum agar tidak terjerat masalah hukum dalam menjalankan tugas.”ujarnya

Ia menambahkan, tindakan kekerasan seperti memukul, mencubit, atau menendang anak dapat diancam hukuman tiga tahun enam bulan penjara, bahkan hukuman bisa ditambah sepertiga jika pelakunya adalah guru.

Selain itu, ia menekankan pentingnya guru BK melakukan patroli pada jam istirahat karena waktu tersebut paling rawan terjadi bullying di sekolah.

Pembicara lain anggota Komisi D DPRD Kudus Noor Hadi, S.H., M.H.,menegaskan bahwa anak adalah aset paling berharga bagi bangsa.

“Kita semua—guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah—harus bersinergi menciptakan lingkungan yang ramah anak,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya peraturan dan sinergi antara LPBHNU, kepolisian, dan pemerintah daerah untuk memastikan perlindungan anak berjalan efektif.

Sementara itu, nara sumber dari kalangan akademisi, Dr. Fatma Laili Khoirun Nida, S.Ag., M.Si., dosen psikologi UIN Sunan Kudus, menyoroti pentingnya pendidikan berbasis cinta dan empati dalam mencegah kekerasan.

“Ketika anak dididik dengan pendekatan empati dan kasih sayang, maka potensi bullying dapat diminimalkan,” jelasnya.

Ia memaparkan konsep Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang terdiri atas lima komponen utama untuk menumbuhkan pendidikan yang humanis, toleran, dan berakhlak mulia.

Dr. Fatma juga menyinggung tantangan generasi digital, di mana anak-anak kini cenderung kehilangan kemampuan berpikir kritis akibat over stimulasi digital, fenomena yang ia sebut sebagai “balling root” atau pembusukan otak.

“Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan untuk menumbuhkan empati, kemandirian, dan kepedulian sosial menuju Indonesia Emas 2045.”tandasnya.

Peserta guru mengikuti sosialisasi UU Perlindungan anak, kemarin

Melalui kegiatan dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) ini, LPBHNU dan Pergunu Kudus berharap lahir kesadaran bersama di kalangan pendidik untuk menghindari kekerasan fisik maupun verbal di sekolah serta memperkuat budaya perlindungan anak.

Langkah sinergis antara lembaga pendidikan, kepolisian, DPRD, dan akademisi diharapkan dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan ramah anak di Kabupaten Kudus.(Yuliana/adb)

Comments