Rois Syuriyah PWNU: KH. Muromi Kiai Sepuh yang Peduli dengan Perkembangan NU

0
4106
KH. Muromi/ Foto: istimewa

KABUPATEN SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Selasa (22/12/2020) kemarin, warga Nahdliyin kembali berduka atas meninggalnya salah satu mustasyar PWNU Jawa Tengah, KH Muromi.

Gus Luqmanul Hakim Faqih, salah satu menantu KH. Muromi yang juga pengasuh Pondok Al Hidayaat Duwet, Ungaran, sebelum meninggal, mengatakan, pihak keluarga beberapa malam sebelumnya menggelar istighasah untuk mendoakan kesembuhan KH. Muromi, karena kesehatannya semakin menurun.

“KH. Muromi semasa mudanya menjadi santri kinasihnya KH. Ma’shum Lasem. Setiap Mbah Ma’shum hendak mengajar, KH. Muromi yang menuntun dan membawakan tongkatnya,” terang Gus Luqmanul Hakim Faqih.

Sementara, dalam upacara pemakaman KH. Muromi dihadiri oleh sejumlah kiai dan ribuan pelayat. Gus Syihabuddin Syakir Ma’shum (cucu KH. Ma’shun Lasem) didaulat memberikan sambutan mewakili keluarga.

Gus Syihab yang hadir dalam kesempatan itu, pun menceritakan kedekatan KH. Muromi dengan keluarga Lasem. Bahkan belum lama ini, katanya, keluarga Lasem rutin sowan ke ndalem KH. Muromi.

KH. Ubaidillah Shodaqoh (Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah) dalam tausiyahnya mengutarakan, KH. Muromi merupakan kiai sepuh yang sangat peduli dengan perkembangan NU.

“Sebelum menjadi Musytasar PWNU Jawa Tengah, beliau menjabat wakil rois Syuriah PWNU Jawa Tengah dan Ketua PCNU Kabupaten Semarang. Bahkan hingga akhir hayatnya, masih aktif sebagai penasihat RMI Kabupaten Semarang. “Kiai Muromi juga mu’jiz Daalailul Kubro dan tirakatnya suka dengan sholawat,” terang Mbah Ubaid

Mbah Ubaid menambahkan, semasa hidup, KH. Muromi menggunakan waktunya untuk berkhidmah kepada NU. “Jika terjadi permasalahan yang belum terpecahkan, saya selalu meminta saran dan arahan KH. Muromi,” paparnya.

Selanjutnya, almarhum KH. Muromi dimakamkan di kompleks makam keluarga di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Doa dalam prosesi pemakaman dilakukan secara bergantian, yakni oleh Habib Farid Al-Munawar, KH. Fatrur Rahman, KH Syamsul Ro’i, dan KH. Nur Kholis. (irsyad/ adb, ros)

Comments