FGD, Lakpesdam PWNU Jawa Tengah Usung Isu Ramah Anak dan Perempuan  

0
181
FGD bertajuk “Perspektif Fikih Sosial terhadap isu Ramah Anak dan Perempuan” di Kampus IPMAFA, baru-baru ini

PATI, Suaranahdliyin.com – Lakpesdam PWNU Jawa Tengah kembali menunjukkan komitmennya dalam mengawal pembahasan isu-isu krusial dalam tata kelola pesantren.

Itu nampak dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Perspektif Fikih Sosial terhadap isu Ramah Anak dan Perempuan” yang digelarnya, belum lama ini.

Dalam FGD yang sekaligus bagian dari Forum Kader NU Jawa Tengah ke-3 juga memeringati Haul KH MA Sahal Mahfudh di Kampus IPMAFA Pati, Sabtu (13/9/2025), Lakpesdam PWNU Jawa Tengah menghadirkan tokoh-tokoh kunci, untuk membahas tantangan, sekaligus merumuskan langkah strategis pesantren.

Di antara para narasumber itu adalah KH Muhammad Faishol (Pondok Pesantren Al Asas Mubtadi’in, Kajen) dan Nyai Hj Umdatul Baroroh MA (Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Cebolek). Dua narasumber ini dikenal aktif menyuarakan isu pembaruan pesantren, dan perlindungan kelompok rentan.

Sedang sebagai fasilitator adalah Dr Ahmad Muttaqien, pengurus Lakpesdam PWNU Jawa Tengah dan dosen UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto.

Tiga Respons  

Dalam pemaparannya, KH Muhammad Faishol menyoroti tekanan yang dihadapi pesantren dewasa ini, mulai dari keterbatasan fasilitas, ketidakseimbangan antara akomodasi dengan jumlah santri, hingga standar kualitas pendidikan yang semakin dituntut masyarakat.

Di luar itu, muncul pula berbagai kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak yang menodai citra pesantren sebagai pusat pendidikan moral dan akhlak.

“Pesantren mesti berbenah diri agar kepercayaan masyarakat tidak memudar. Ada tiga langkah penting: memperkuat pengawasan, memperketat regulasi pendirian pesantren, dan melek media digital,” tuturnya.

Dia merinci, pertama, pesantren harus membuka ruang yang lebih luas bagi pengawasan dari orang tua santri, komite pesantren, maupun pihak-pihak strategis lain. Hal ini mencakup pengawasan fasilitas, layanan dasar, hingga aspek pembelajaran.

Kedua, pemerintah perlu lebih ketat dalam pemberian izin pendirian pesantren. “Beberapa pesantren yang terlibat kasus adalah mereka yang secara administratif bermasalah,” ungkapnya.

Persyaratan pendirian pesantren sebaiknya tidak sebatas gedung atau fasilitas fisik, juga aspek mendasar yang menjadi ciri khas pesantren, seperti pembelajaran kitab klasik dan bimbingan spiritual.

Ketiga, pentingnya pesantren melek media digital. “Masyarakat kini hidup dalam ruang publik yang serba cepat dan serba digital. Kasus kekerasan atau pelecehan di pesantren, seringkali menjadi daya tarik karena memiliki sisi kontras dengan nilai-nilai pesantren. Di sinilah pentingnya komunikasi publik yang baik,” katanya mengingatkan.

Perlindungan Anak dan Perempuan

Nyai Hj Umdatul Baroroh pada kesempatan itu perlunya pesantren melakukan otokritik secara serius. “Beberapa kasus kekerasan adalah fakta yang tidak bisa kita tolak. Apologi tidak perlu dilakukan berlebihan. Kita harus melihat dengan jernih dan kritis,” terangnya.

Dia menyebutkan, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mencatat lebih dari 200 kasus kekerasan di pesantren serta data Komnas Perempuan yang menyebut 35.533 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Angka-angka tersebut, menurutnya, menjadi alarm keras bahwa pesantren perlu berbenah untuk melindungi anak dan perempuan sebagai kelompok rentan.

Maka Nyai Umdatul Baroroh mengusulkan pengarusutamaan perlindungan anak dan perempuan di pesantren. Perspektif lama yang menempatkan kiai atau pengasuh sebagai pemilik mutlak pesantren harus diubah.

Sebagai penerima mandat publik untuk menyelenggarakan pendidikan, pengasuh harus membuka diri terhadap keterlibatan pihak luar, mulai dari orang tua, lembaga perlindungan anak, hingga regulator.

“Pesantren juga perlu mengembangkan perspektif baru yang lebih akomodatif, dan berpihak kepada perempuan. Fiqih sosial seperti yang dikembangkan Mbah Sahal perlu diperluas agar pesantren lebih progresif dalam isu-isu mutakhir, terutama perlindungan anak dan perempuan,” tegasnya. (ros, gie/ adb, rid)

 

Comments