Dikolaborasikan, Gelaran PMTOH dan Wayang di Kota Serambi Mekah

0
504
Daulat Budaya Nusantara di Aceh, mengolaborasikan antara PMTOH dengan Wayang

ACEH, Suaranahdliyin.com – Siapa sangka, seni tradisi dan budaya masyarakat Aceh bisa tampil bersama dengan wayang ruwatan Nusantara di Sigli, Ibukota Kabupaten Pidie?

Ya. Masyarakat kaget, ada pagelaran seni budaya Nsantara ditampilkan di halaman Gedung Pidie Convention Centre, sebagai upaya mempertahankan Daulat Budaya Nusantara. Sebuah pertunjukan kolaborasi antara seni tari Saman, Ratoeh Jaroe, Sedati, Sholawat, Seni Tutur Aceh, PMTOH, Gucheng dan Serunai Kali.

Ribuan orang pun datang berbondong-bondong untuk melihat pagelaran Wayang bersama Seni Budaya Aceh untuk yang pertama kalinya dalam sejarah.

“Seni budaya adalah ruh dari bangsa Indonesia. Kami di Aceh sangat menjunjung tinggi warisan para leluhur. Sebagai putra daerah, kami sangat senang dengan pagelaran budaya yang menghadirkan Mbah Tejo (Ki Sujiwotejo) dengan lakon “Pohon Hayat Malahayati”. Kami merasa sangat terhormat bisa tampil bersama wayang. Tidak hanya asa, juga rasa yang membentuk budaya. Tanpa asa, rasa hanya masa lalu,” terang Bustami, tokoh masyarakat Aceh.

Dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an, dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian sholawat hadroh, tari sedate, lalu pagelaran wayang. Berikutnya, Tari Saman dan PMTOH, lanjut wayang lagi. Kemudian tari Ratoeh Jaroe dan Seni Tutur Aceh, lanjut lagi wayangan dengan iringan kecapi gucheng, begitu dan seterusnya, yang mendapat apresiasi positif Masyarakat.

“Sejarang ini bang, baru pertama kalinya kami liat di Pidie ada seni budaya bisa kolaborasi sama wayang. Keren, kami suka, ini saya ajak anak saya nonton biar terasa di Jawa. Karena biasanya dahulu tahun 80an kami liat wayang hanya di televisi” tegas Amiruddin berseri seri, melihat pagelan bersama dengan keluarganya.

Pagelaran wayang di Pidie Aceh ini adalah rangkaian dari Ruwatan yang digelar oleh gerakan Daulat Budaya Nusantara. Pidie menjadi lokasi kelima dari rencana Ruwatan Nusantara di sembilan titik: Kediri Jawa Timur, Jepara Jawa Tengah, Purwakarta Jawa Barat, Pulau Alor NTT, Pidie Nangroe Aceh Darussalam, IKN Kalimantan Timur, Ternate Maluku dan terakhir Jayapura Papua.

“Dari titik pertama Daulat Budaya Nusantara sampai di titik ke lima ini, saya tambah yakin bahwa pertahanan terbaik dari bangsa Indonesia adalah kebudayaannya. Saya sempat khawatir, ketika di titik ke lima ini, di Pidie menggelar wayangan, karena Aceh punya Perda Syariat yang ketat. Tapi ternyata soal seni budaya tidak melanggar syariat. Alhamdulillah kami diterima. Pertahanan kebudayaan adalah kunci keberagaman. Saya kagum dengan jamuan kuliner khas Aceh yang sangat kaya rasa. Ini bukti kedaulatan pangan berangkat dari meja makan,” ujar Teguh Haryono, doktor ilmu pertahanan dari Universutas Pertahanan.

Pagelaran ini terselanggara berkat kerjasama antara panitia Daulat Budaya Nusantara dengan panitia lokal dari Aceh, tanpa kerjasama, pagelaran budaya ini tidak akan terselenggara dengan penuh kebahagiaan. Menariknya, di sela pertunjukan wayang, Ki Dalang Sujiwo Tejo berinteraksi dengan penonton dan menanyakan “Apa ciri khas Aceh..?” kepada para penonton, banyak yang menjawab “Perempuannya cantik cantik”, “Makanannya enak”, “Rencong” dan lainnya.

Mbah tejo kemudian menjawabnya “Semuanya benar, tapi yang paling tepat untuk ciri khas Aceh adalah mengusir penjajah,” sontak tepuk tangan penonton bergemuruh menyambut jawaban Mbah Tejo.

“Begitu tiba di Aceh, kami menziarahi makam beberapa tokoh penting, yaitu Sultan Iskandar Muda, Sultan Mughayatsyah dan Laksamana Keumalahayati,” kata Gus Abdulloh Hamid, founder Dunia Santri Community (DSC). (rls/ ros, rid, adb)

Comments