Soroti Peran Kritis Air Bersih, LKNU Kudus Ajak Cegah Stunting Melalui Penyediaan Sanitasi Memadai

0
482
Ketua LKNU Kudus Renni Yuniati menjadi pembicara acara kesehatan belum lama ini

KUDUS,Suaranahdliyin.com – Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Kudus menyoroti pentingnya akses air bersih dan sanitasi yang memadai sebagai kunci utama pencegahan stunting di Indonesia. LKNU Kudus mengajak seluruh stakeholder untuk berkolaborasi dalam mewujudkan target Indonesia Bebas Stunting 2030.

“Mari kita melakukan pencegahan stunting melalui penyediaan akses air bersih dan sanitasi yang memadai bagi seluruh masyarakat Indonesia”ujar Ketua LKNU Kabupaten Kudus Dr dr Renni Yuniati, SpDVE Sub SpDT  MH, Jum’at (27/6/2025).

Renni mengungkapkan berdasarkan riset Kementerian Kesehatan, sebanyak 60% kasus stunting disebabkan oleh tidak adanya air bersih dan sanitasi buruk. Hal ini menjadikan faktor sebagai penyebab terbesar masalah gizi kronis pada anak.

“Situasi stunting di Indonesia masih mengkhawatirkan,”,tandasnya.

Renni menunjukkan data terbaru bahwa prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6% pada tahun 2022, yang berarti sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting. Meskipun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, imbuh dia, angka ini masih jauh dari target nasional untuk mencapai Indonesia bebas stunting pada tahun 2030.

“Stunting bukan hanya masalah tinggi badan anak yang pendek, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif dan produktivitas anak di masa depan, ” ungkapnya.

.“Yang mengkhawatirkan, 60% dari kasus ini sebenarnya dapat dicegah dengan penyediaan air bersih dan sanitasi yang memadai.”sambung.Renni.

Ketua LKNU Kudus ditengah tengah peserta seminar kesehatan

LKNU Kudus menjelaskan bahwa air kotor memicu rangkaian masalah kesehatan yang berujung pada stunting melalui beberapa mekanisme. Pertama, Infeksi Cacing dan Parasit: Cacing yang masuk melalui air kotor menyerap nutrisi yang seharusnya untuk pertumbuhan anak, menyebabkan perlukaan dinding saluran cerna dan gangguan penyerapan zat gizi.

“Kedua, penyakit Diare Berkelanjutan: Mikroorganisme patogen dalam air kotor menyebabkan diare kronis yang mengakibatkan kehilangan cairan dan zat gizi penting untuk pertumbuhan.”terangnya.

Penyebab ketiga, lanjut dia, gangguan penyerapan nutrisi: peradangan saluran cerna akibat infeksi mengganggu penyerapan nutrisi meski asupan makanan cukup. “Keempat, siklus infeksi berulang: kondisi sanitasi buruk menciptakan siklus infeksi yang menurunkan daya tahan tubuh anak.”tambah Renni.

Ia menilai akses air bersih di Indonesia masih terbatas. Dikatakan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga terhadap akses air minum layak secara nasional rata-rata pada 2022 masih di angka 44,94%. Artinya, lebih dari setengah rumah tangga di Indonesia belum memiliki akses air minum yang optimal.

“Anak-anak yang tinggal di wilayah dengan akses air kotor berisiko 5 kali lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan mereka yang memiliki akses air bersih,” tambah Renni.

Melihat hal itu, LKNU memberikan solusi komprehensif melalui Sanitasi Total Berbasis Lingkungan (STBM). Pihaknya mendorong implementasi STBM yang mencakup 5 pilar utama: Yakni, Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS), cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir dan pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga.

“Lalu, pengamanan sampah rumah tangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga,”terang Renni.

Ketua LKNU Kudus Renni Riyanti (kanan) saat membuka posko kesehatan dalam acara NU

Program Intervensi yang Diperlukan

LKNU Kudus merekomendasikan beberapa program intervensi prioritas yang diperlukan Pertama, pembangunan akses air bersih: sumur bor komunal, sistem penyaringan air sederhana,
dan depot air minum aman. Kedua, edukasi kebersihan: Kampanye cuci tangan pakai sabun dan pelatihan pengolahan air
rumah tangga.

“Perbaikan Sanitasi Lingkungan: Pembangunan toilet sehat dan sistem pengelolaan sampah. Kemudian kolaborasi multi-sektor, dimana kemitraan pemerintah-swasta dan pemberdayaan masyarakat,”imbuhnya.

LKNU mencontohkan program kolaborasi di Desa Talonang Baru, Kabupaten Sumbawa Barat yang berhasil menurunkan kasus stunting dari 3 anak menjadi 1 anak di TK Bariri setelah pembangunan fasilitas air bersih. Program ini meliputi pembangunan sumur bor dengan kedalaman 84 meter dan debit air 1,1 liter per detik yang mampu melayani 100 Kepala Keluarga.

“Air bersih bukan hanya kebutuhan, tetapi hak setiap anak untuk tumbuh optimal, ”tegas Renni.

“Investasi air bersih adalah investasi masa depan bangsa. Pencegahan stunting harus dimulai dari akses air bersih yang memadai.”imbuhnya (gie,adb/ros)

Comments