
BREBES, Suaranahdliyin.com – Untuk mrncari kebetkahan di Nahdlatul Ulama (NU) harus dengan cara yang baik. Diantaranya, bersikap disiplin dalam berorganisasi dan meninggalkan prilaku kebohongan.
Demikian yang disampaikan pengasuh
Pimpinan Pondok Pesantren Al Fattah Tegalgandu Kec Wanasari Kabupaten Brebes, KH Musyaffa,Lc saat memberikn pembekalan dalam Musyawarah Kerja (Musker) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Wanasari, belum lama ini.
KH. Musyaffa mengungkapkan sikap disiplin dan meninggalkan kebohongan sudah terlatih saat di Pesantren. Bagaimana menjadi santri yang baik, tidak ghosob atau melaksanakan perbuatan tercela lainnya.
“Sehingga saat pulang bisa menjadi kiai yang alim dan memiliki akhlak yang baik dalam berorganisasi.”tandasnya.
Di hadapan peserta Masker yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al Fattah Tegalgandu Kec Wanasari itu, Gus Syaffa sapaan akrabnya, mengaku prihatin atas kondisi NU saat sekarang yang sedang diterpa berbagai isu yang mendiskreditkan NU. Dikatakan, NU membutuhkan kekompakan dan soliditas dalam berorganisasi.
“Meskipun demikian tentu jangan sampai besarnya organisasi NU justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang memiliki kepentingan pragmatis sehingga tidak memiliki kekuatan yang bermanfaat kepada umat. Inilah yang dulu sering diilustrasikan dengan mendorong mobil mogok akan tetapi saat mobil sudah jalan kita ditinggal,” katanya.

Gus Syaffa juga menggambarkan kebesaran NU agar memilki kekuatan berimbang dalam ikut serta memiliki bergaining dengan pemerintah. Hal ini sangat penting agar keberadaan kita tidak seperti buih di tengah lautan yang mudah terombang-ambing. Lebih menjelang Pemilu dan Pilpres yang dengan dalih tawazunnya akhirnya tidak memiliki konsistensi dalam berorganisasi.
“Sebenarnya kita memiliki potensi yang besar, akan tetap aspek menejerial organisasi kurang mendapatkan perhatian yang serius. Sehingga kita masih kalah dengan mereka yang memiliki anggota tidak sebesar NU tapi mampu mengelola anggaran secara baik dan masif,”ungkap anggots DPRD provinsi Jawa Tengah ini.
“Saya pernah bertanya kepada salah seorang Ketua Lazisnu, berapa angka yang diperoleh setiap tahun. Ternyata jawaban beliau sangat sangat memprihatinkan”lanjut Gus Syaffa.
Menurut alumni Pondok Pesantren Al Falah Ploso mengatakan bahwa membangun peradaban harus berangkat dari membenahi dan memperbaiki prilaku dalam lingkungan berorganisasi. Karakter kejujuran, membangun kekompakan dan kebersamaan akan menjadi kekuatan dalam mewujudkan peradaban besar. Tanpa hal tersebut maka kemandirian dan komitmen menuju peradaban besar hanya sebatas omongan belaka.
“Hari ini sudah saatnya kita meneriakan NU harga mati. Mengapa demikian, karena kalau urusan NKRI harga mati sudah selese di kita kaum nahdliyin dan sesungguhnya Indonesia bukan hanya NU, meski di republik Indonesia NU menjadi ormas yang paling besar. Membangun militansi ke NU an maka sangat perlu dan sudah saatnya kita gelorakan, nahdliyin dan NU harga mati. Sehingga kedepan NU tidak hanya sebagai pendorong mobil mogok” tegas Gus Syaffa.(sururi/adb)