
Idulfitri salah satunya identik dengan pemberian “wisit” berupa hadiah atau uang saku oleh orang dewasa kepada anak-anak kecil saat silaturahim.
Dari sedikit-sedikit wisit yang diterima anak-anak, jika dikumpulan nilainya juga lumayan. Dan tentu saja, anak-anak sangat senang lantaran mendapatkan wisit tersebut.
Namun, tentu saja wisit itu tidak menjadi yang utama dalam silaturahim saat Lebaran (Idulfitri). Melainkan, silaturahimnya itu sendirilah yang paling utama (penting).
Sebab, silaturahmi di kala Lebaran dalam momentum mudik Idulfitri, merupakan memontum “sakral” sehingga sayang jika tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dan wisit, adalah salah satu pemicu yang menarik anak-anak bersemangat untuk ikut berkunjung ke rumah sanak saudara; bersilaturahim.
Akan tetapi, sebagaimana di sebutkan di depan, wisit bukanlah poin yang paling utama. Tetapi silaturahim untuk saling memberikan maaf satu sama lain, adalah hal yang lebih penting dari sekadar wisit tadi.
Lalu, apa manfaat adanya wisit?
Jika mau melakukan pembacaan mendalam terhadap “tradisi” pemberikan wisit kepada anak-anak, maka sebenarnya pemberikan wisit adalah hal baik yang perlu dirawat juga.
Sebab, memberikan wisit ini secara tidak langsung mengajari anak-anak untuk berbagi, bersedekah kepada orang lain.
Kelak, Ketika anak-anak dewasa, sudah memiliki “penghasilan” atau katakanlah penghidupannya cukup (mapan), maka dia juga mesti berbagi dengan orang lain, termasuk kepada anak-anak.
Harapannya, tentu tidak sekadar saat Lebaran saja semangat berbagi (bersedekah) ini dilakukan, tetapi setiap kali ada kelebihan rizki yang dimiliki, maka berbagi dengan orang lain, terutama kepada anak-anak, lebih khusus lagi yang membutuhkan, dia juga mau berbagi.
Dengan kata lain, pemberian wisit kepada anak-anak di kala Lebaran ini, adalah pembelajaran langsung kepada anak tentang bagaimana seseorang mesti mau berbagi, bersedekah kepada orang lain dari kelebihan rizki yang dimilikinya. Wallahu a’lam. (redaksi)