‘Megengan’ Bulan Arwah Sambut Ramadan

0
948

Oleh Dr KH Nur Said MA MAg

Khadimul Ma’had Prisma Quranuna Kudus/ Dosen IAIN Kudus

Mulai Selasa Pon, 12 Maret 2024, umat Islam di seluruh dunia mulai melaksanakan puasa Ramadan 1445 H.  Sejak Rajab, doa yang sangat popuer adalah permohonan: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadan”.

Doa ini memberikan isyarat betapa bermaknanya kita menangi Ramadan, bulan seribu bulan. Ramadan juga dikenal sebagai bulan literasi al Quran karena adanya spirit membaca (Iqra’) dan menulis (’allama bil qolam) dalam pesan pentingnya.

Dalam tradisi Islam pesisir, terutama di kampung-kampung orang-orang dulu mempersiapkan diri dengan tradisi Megengan di bulan Sya’ban sebagai wujud rasa senang menyongsong bulan suci Ramadan.

Tradisi Megengan sebagai modal sosial yang mampu merekatkan masyarakat dalam bingkai menyamput bulan suci agar manusia bisa megang (mengisinya) dengan berbagai amalan kebajikan, maka perlu dipahami, dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi berikutnya.

Megengan dalam bahasa Jawa dari kata “megeng” (Jawa: mbatek atau menahan/ mengendalikan). Syakban, adalah detik-detik akan hadirnya bulan yang sangat mulia, suci dan penuh berkah; Ramadan.

Maka sejak pertengahan kedua Syakban, umat Islam harus menyiapkan diri untuk kembali sadar bahwa manusia adalah makhluk spiritual. Maka semua urusan yang bersifat materi secara bertahap dikurangi untuk kemudian bertransformasi diri memasuki dimensi spiritualtas dalam arti luas.

Orang Jawa menyebut Syakban dengan Ruwah (arwah), sedangkan Ramadan disebut pasa. Hal ini memberikan penyadaran kepada kita bahwa poso itu merupakan bagian dari jalan penegasan pentingnya menemukenali dimensi arwah (spiritual) dalam kedirian manusia.

Maka dalam tradisi Megengan yang diselenggarakan pada Syakban, sejumlah keluarga secara bergantian, setiap hari mulai 15 Ruwah mempersembahkan sedekah semampunya, dengan membawa makanan ke langgar atau masjid selepas magrib untuk dimakan bersama jamaah.

Sebelumnya diawali dengan hadrah kirim fatihah, tahlil dan doa bersama yang ditujukan kepada ahli kubur shahibul hajah yang mempersembahkan sedekah tadi bersama jamaah langgar atau masjid setempat. Sabagian umat Islam menyelenggarakan sendiri di rumahnya masing-masing dengan mengundang tetangga sebelah.

Hal itu adalah sebagai modal kultural dan sekaligus modal spiritual dalam membangun kerukunan dalam masyarakat sebagai aktualisasi dari Islam yang ramah anti teror.

Tradisi Megengan tampaknya sederhana dan biasa, tapi pesan penting yang perlu diketengahkan di sini adalah bahwa orang-orang kampung begitu antusias menyambut kehadiran Ramadhan, dan mereka siap-siap menyambut bulan spiritual tersebut dengan selalu mengingat jasa-jasa para leluhur dengan mengirimkan doa dan sedekah semampunya. Mengorbankan materi berupa sedekah makanan demi meraih derajat spiritual dengan harapan bulan berikutnya bisa megang (ngumani) kesempatan mengisi berbagai kegiatan kebajikan di bulan Ramadhan.

Kearifan nilai-nilai kampung begitu tinggi bahkan masih dibawa meskipun sebagian mereka ada yang kerja di luar kota atau bahkan luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Seperti terlihat dalam suatu kesempatan penulis di suatu bandara sempat bertemu puluhan TKI dari Malaysia berbondong-bondong pulang kampung menjelang Ramadan.

Ketika penulis tanya mengapa pulang mas-mas dan mbak-mbak?  Mereka menjawab dengan penuh kerinduan, tak lain demi silaturrahim keluarga dan untuk ziarah kepada orang tua/leluhur, dan sekaligus demi kemuliaan Ramadan. Sungguh terharu mendengarnya.

Maka ketika sudah memasuki Ramadan, saatnya ON-kan kesadaran batin kita, untuk melejitkan energi positif dalam memasuki ruang-ruang kehidupan di manapun kita berada.

Sungguh terlalu sayang, jika saat Ramadan kita hanya terlena dan terjebak urusan mengejar materi dan meninggalkan ranah spiritual sebagai esensi kemanusiaan, sehingga bulan suci ini berlalu begitu saja.

Dahulukan spiritual di atas material. Semoga Ramadan ini menjadi tangga spiritual kita, sehingga Ramdan penuh makna dalam meningkatkan kesalehan diri baik kesalehan individual maupun sosial. Semoga kita semua mendapat rahmat dan rida-Nya. Aamiin. Wallahu a’lam. (*)

Catatan: kolom ini adalah kerja sama Suaranahdliyin.com dengan Ma’had Prisma Quranuna Kudus.

 

Comments