Klimaks Pengorbanan Nabi Ibrahim

0
479

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

Nabi Ibrahim adalah Bapak para Nabi. Dari keturunan beliaulah, lahir tiga agama besar; Yahudi (Nabi Musa) Nashrani (Nabi Isa) dan Islam (Nabi Muhammad). Dalam perspektif filsafat Islam, ketiga agama tersebut adalah Islam secara generik (QS. Al-Haj: 78). Nama Nabi Ibrahim pun disebut oleh 1,8 milyar umat Islam pada tiap tahiyat akhir dalam salat mereka.

Beliau termasuk salah seorang dari lima Nabi yang digelari Ulul Azmi. Dalam gigihnya perjuangan, beliau diuji dengan banyak momentum. Allah berfirman: “Dan ketika Ibrahim diperintah dengan berbagai kalimat uji dan lalu ia (Ibrahim) lulus, Ia (Allah) berfirman: Aku jadikan kamu sebagai “imam” bagi manusia… (QS. 2: 124).

Mengapa disebut imam? Ya! Imam dari kata amma-ya’ummu-umm=ibu= panutan=tuntunan. Imam bukanlah seorang pemimpin biasa, tetapi pemimpin sekaligus sebagai panutan (teladan/ al-qudwah al-hasanah).

Uji itu antara lain: 1). Mengorbankan naluri berketurunan demi setianya pada Siti Sarah yang mandul sampai usia 80 tahun; 2). Mengorbankan rasa nyaman karena diperintah khitan pada usia itu di saat teknologi masih sederhana; 3). Mengorbankan naluri kasih sayang kepada keluarga dengan meninggalkan isteri, Siti Hajar, dan anaknya, Ismail, di tengah padang Sahara yang tak ada air dan buah-buahan di Bakkah (QS.Ali Imran: 96). Rumah ibadah pertama yang dibuat oleh Nabi Adam kemudian direhabilitasi oleh Nabi Ibrahim, karena Kakbah terkena banjir bandang di era Nabi Nuh;

4). Mengorbankan anaknya dengan “menyembelih Ismail” di Mina (cinta & harapan) setelah dengan susah payah memohon dikarunia anak via poligami yang dramatis dengan Siti Hajar atas saran Siti Sarah sendiri; 5). Korban dirinya dieksekusi bakar hidup-hidup oleh Raja Namrud karena menghancurkan berhala, tetapi (Ibrahim) diselamatkan oleh Allah (QS. Al-Anbiya: 69).

Dari fakta lulus-uji itulah, Allah menganugerahi Nabi Ibrahim dengan gelar “Imam” bagi manusia sejagad. Tak heran jika nama beliau kemudian disandang oleh orang-orang besar di dunia.

Ada Ibrahim Bin Adham (anak raja yang meninggalkan kerajaan dan menjadi sufi). Seorang arif yang setiap kalam hikmah dan keteladanannya, sangat berpengaruh hingga hari ini di hati umat Islam.

Ada juga mendiang Abraham Lincoln, Presiden AS yang juga pejuang kemanusiaan. Di Indonesia, ada mantan Mayjen Ibrahim Adjie yang ikut membubarkan PKI. Akan tetapi ada juga Abraham Saefudin, pendeta murtadin yang celotehnya viral di media sosial. Dan masih jutaan nama Ibrahim baik yang berpretensi positif maupun negatif. Apapun, itu adalah indikator kebesaran Nabi Ibrahim.

Dari sisi religi, banyak ritual yang beliau wariskan kepada dunia, baik melalui Nabi Muhammad maupun Nabi lain. Dunia seolah berada di kedua telapak kaki beliau. Ada “Maqam” Ibrahim=batu pijakan beliau ketika membangun sisi timur Kakbah). Kakbah dan hajar aswad yang erat kaitannya dengan salat dan haji, selalu menjadi ikon tauhid dan tidak pernah disembah orang hatta zaman jahiliyah yang dikelilingi 360 berhala. Hampir semua ritual ibadah haji merupakan pengulangan sejarah beliau dan keluarganya.

Sungguh pengaruh yang fenomenal. Lintas bangsa. Lintas suku. Lintas agama dan negara. Kepemimpinan beliaulah yang kemudian diteruskan oleh keturunannya, yang capaian suksesnya membingkai cakupan sekular dan religi, Nabi Muhammad yang diakui seluruh dunia.

Pemimpin yang pandai merangkul dan bijak bila memukul. Pemimpin yang membuat pikiran cerah dan tidak membuat hati gelisah. Pemimpin yang membuat rasa ingin bersatu, dan bukan menjadikan rasio jadi membatu. Pemimpin yang membikin orang menyintai, bukan membenci. Pemimpin yang membuat musuhpun simpati, bukan pemimpin yang ditakuti. Pemimpin yang bisa menanam, bukan hanya pandai mengenyam. Pemimpin yang mudah empati, bukan ahli menyakiti.

Alhirnya kita semua mesti menyadari, bahwa (pada dasarnya) kita semua (adalah) seoranh pemimpin (Bukhari 4789). Semoga kita bisa mewarisi meski secuil dari keimaman beliau Nabi Ibrahim. Wallaahu a’lam bi al-shawaab. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo dan mantan Rektor Universitas Sains al-Qur’an (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.

Comments