Di International Leprosy Congress (ILC) Bali 2025
Ketua LKNU Kudus Dr. dr. Renni Yuniati Usulkan Strategi Adaptasi Penanganan Kusta untuk Indonesia

0
133
Ketua LKNU Kudus Dr Renni sedang presentasi salam acara ILC Bali 2025 kemarin.

BALI,Suaranahdliyin.com – Ketua Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU)  Dr. dr. Renni Yuniati Sp.D.V.E., Subsp.D.T., FINSDV, FAADV, M.H mengusulkan strategi adaptasi yang disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya Indonesia. Strategi Pertama, pemberdayaan pemimpin agama.

Dr. Renni menyampaikan hal itu dalam acara International Leprosy Congress (ILC) Bali 2025,  di Bali Nusa Dua Convention Centre. Senin – selasa (7-9/7/2025). Ia mempresentasikan penelitian groundbreaking berjudul “Invisible Scars: The Silent Impact of Leprosy on Indonesian Quality of Life and Strategies for Eradication Through Adaptation”.

“Strategi ini melibatkan pemimpin agama di berbagai tingkat pendidikan, menyesuaikan pesan untuk memberikan informasi akurat dan enumbuhkan empati dan solidaritas dengan penderita kusta,”terangnya di hadapan peserta ILC yang berasal dari seluruh dunia.

BACA JUGA:  https://suaranahdliyin.com/jadi-pembicara-international-leprosy-congress-ilc-bali-2025-ketua-lknu-kudus-ungkap-tantangan-indonesia-dalam-penanganan-kusta-77818

Strategi kedua, lanjut dosen Fakultas Kedokteran Undip Semarang ini,  pendekatan komprehensif. Hal ini bisa dilakukan dengan promosi kesehatan dengan melibatkan tokoh masyarakat
“Lalu, penggunaan metode digital yang lebih efektif dan menarik dan kolaborasi dengan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) dan pemimpin agama,”imbuh Renni.

Strategi ketiga Kemoprofilaksis dan Surveilans. Yakni pencegahan transmisi ke lingkungan sekitar atau anggota keluarga,
“Kemudian, penguatan aktivitas surveilans dengan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan serta implementasi Post-Exposure Prophylaxis (PEP) dengan rifampisin dosis tunggal,”terangnya.

Dr. Renni mengakui bahwa meskipun WHO telah meluncurkan strategi “Towards Zero Leprosy”, tujuan eliminasi kusta sepenuhnya masih menghadapi tantangan besar. Stigma dan diskriminasi tetap menjadi hambatan utama yang harus diatasi melalui edukasi dan kesadaran publik.

“Dengan menyebarkan kesadaran, masyarakat dapat mulai melihat kusta sebagaimana adanya: kondisi medis yang dapat diobati dan tidak mendefinisikan orang yang menderitanya,”tegas dia.

Dukungan Multisektoral

Pada kesempatan itu, Dr Renni mendorong adanya dukungan dari berbagai pihak, diantaranya komunitas, keluarga, tenaga medis dan pemimpin agama

“Komunitas berperan menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung,  keluarga memberikan dukungan emosional dan praktis, tenaga medis menyediakan perawatan komprehensif dan edukasi dan pemimpin agama membantu mengurangi stigma melalui pendekatan spiritual,”terangnya.

Mengakhiri paparannya,  Dr. Renni mengajak untuk bekerja sama melawan stigma kusta. “Mari kita bekerja sama untuk melawan stigma kusta,” ungkapnya,
“Perjuangan melawan kusta bukan hanya masalah medis, tetapi juga masalah sosial yang memerlukan partisipasi seluruh masyarakat,”imbuhnya menandaskan.

Presentasi ini diharapkan dapat menjadi katalis bagi pengembangan strategi yang lebih efektif dalam penanganan kusta di Indonesia dan negara-negara endemis lainnya, dengan fokus tidak hanya pada aspek medis tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup dan pengurangan stigma sosial.

Kegiatan ILC (International Leprosy Congress) 2025 diselenggarakan KSMHI Perdoski dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Sasakawa Health Foundation.(adb/ros)

 

Comments