
KUDUS,Suaranahdliyin.com – Perjudian online (judol) telah berkembang menjadi ancaman sosial yang serius. Karena permainan ini sifatnya masif, mudah diakses, cukup bermodalkan ponsel dan jaringan internet.
Demikian paparan yang disampaikan Kanitreskrim Polsek Bae, AIPDA Tegas Winulyo dalam acara halaqah Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan Bae bertema mengantisipasi maraknya judi online di aula balai desa Bae, pekan lalu. AIPDA Tegas Winulyo tampil sebagai pembicara bersama wakil ketua MUi Kudus H. Su’udi.
Lebih lanjut, AIPDA Tegas memaparkan secara rinci fenomena meningkatnya kasus judi online, baik di tingkat nasional maupun di wilayah Kudus. Ia mengungkapkan permainan judol modelnya beragam mulai dari slot, poker, taruhan olahraga, hingga undian angka yang dikemas menarik untuk memancing rasa penasaran.
“Taruhan yang kecil bahkan membuat banyak orang tidak merasa sedang mengambil risiko besar.”ujarnya di hadapan peserta yang sebagian besar ulama dan tokoh ormas.
“Judol ni tidak hanya merugikan dari sisi ekonomi, tetapi juga merusak moral, menghancurkan keluarga, dan memicu tindak kejahatan lainnya.”lanjutnya.
AIPDA Tegas menjelaskan bahwa penyebaran judi online dipengaruhi beberapa hal, seperti kemajuan teknologi, promosi yang agresif, godaan kemenangan instan, serta ajakan dari teman sebaya. Ia menambahkan bahwa tanda-tanda seseorang kecanduan bisa dilihat dari perilaku seperti sulit berhenti bermain, sering meminjam uang, gelisah tanpa akses internet, hingga berbohong demi mendapat modal.
“Masalah ini bukan sekadar soal uang, tapi menyangkut moral, mental, dan masa depan,” ujarnya.
Dalam paparannya, Tegas juga menyinggung aturan hukum yang secara tegas melarang segala bentuk perjudian, baik melalui KUHP maupun UU ITE. Semua agama besar di Indonesia pun memiliki pandangan yang sama: judi adalah perbuatan yang merusak dan harus dijauhi.
“Dari Al-Qur’an, Alkitab, Tripitaka, hingga ajaran Hindu dan Khonghucu, seluruhnya mengingatkan bahaya mengejar keberuntungan instan tanpa usaha.”terangnya.
Meski demikian, kata dia, penindakan terhadap judi online bukan perkara mudah. Situs-situsnya banyak yang beroperasi dari luar negeri, sering berganti domain, dan promosi dilakukan melalui pesan pribadi yang sulit dilacak.
“Ditambah lagi, kondisi ekonomi sebagian masyarakat membuat mereka mudah tergoda iming-iming uang cepat hanya dengan modal belasan ribu rupiah.”imbuh AIPDA Tegas.
Di akhir acara, AIPDA Tegas mengajak seluruh peserta untuk bersama-sama menjadi agen edukasi di tengah masyarakat. Ia menekankan pentingnya kesadaran diri, pengelolaan keuangan, mencari aktivitas alternatif yang positif, serta memperkuat nilai keagamaan untuk mencegah ketergantungan.
Para peserta pun tampak antusias mengikuti diskusi, menyadari betapa pentingnya kolaborasi antara aparat, ulama, dan tokoh masyarakat dalam melindungi lingkungan mereka dari bahaya judi online.
Halaqoh ini ditutup dengan ajakan agar setiap peserta menjadi penyampai pesan kebaikan, mengingatkan keluarga dan lingkungan sekitar, serta tidak segan melaporkan jika menemukan praktik perjudian digital. Upaya kecil dari banyak pihak inilah yang diharapkan mampu membentengi masyarakat Kecamatan Bae dari dampak buruk judi online yang terus mengintai.
Kegiatan halaqah yang dimoderatori sekretaris MUI kecamatan Bae Kiai Muchammad Raji’un ini dihadiri pula ketua MUI kecamatan Bae KH.Mashud Siraj, ketua MWCNU kecamatan Bae KH.Thoat Mukhtar dan pengurus MUi serta tokoh ormas.(Yuliana/adb)








































