
KUDUS,Suaranahdliyin.com – Adalah Richa, seorang ibu yang bertahun-tahun harus menelan getir karena kehilangan hak untuk membesarkan darah dagingnya sendiri. Setelah perceraiannya dengan Gus Sami, Richa memilih diam.
Ia pergi membawa luka, harga diri yang tercabik, dan tekad yang tak pernah padam. Berusaha menjadi kuat agar bisa menjemput kembali putranya, Nabhan.
Tujuh tahun kemudian, pertemuan yang tidak direncanakan dengan Nabhan mengubah segalanya. Richa, yang kini sukses secara materi dan karier, menyadari satu hal bahwa tak ada kemenangan sebesar apapun yang bisa mengobati perih karena tak bisa mendampingi tumbuh kembang anak sendiri.
Demikian sepotong isi cerita dari novel “Gus Mantan” karya penulis Miftahurrohmah. Sabtu 1/11/3025) kemarin, Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kudus 2017-2018 ini meluncurkan novel karyanya di Joglo Maqha Kudus.
Peluncuran yang diprakarsai Komunitas pemberdayaan perempuan, Wadon Gemi ini menghadirkan dua narasumber kunci dalam proses kreatif novel tersebut, yaitu Ahimmatus Sa’diyah, selaku proofreader, dan Ade Achmad Ismail, yang bertindak sebagai editor.
Miftahurrohmah menyatakan bahwa menulis adalah caranya untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. “Menulis juga bisa menjadi cara untuk refreshing, rekreasi, maupun healing,” ujar perempuan yang juga sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kudus ini.
Ketua Komunitas Siti Rosidah mengungkapkan, Wadon Gemi sebagai Komunitas pemberdayaan perempuan melihat bahwa novel yang ditulis Miftahurrohmah ini adalah novel kehidupan yang menceritakan perjuangan seorang perempuan untuk bangkit menjadi lebih kuat, sehingga kami bersepakat untuk memberikan support penuh melalui launching ini.
“Kami ingin lebih banyak perempuan menjadi berdaya. Dan membaca novel Gus Mantan ini seperti melahap materi pemberdayaan perempuan, materi kesetaraan gender, dan nasehat-nasehat perkawinan sekaligus dengan cara yang lebih ringan dan menyenangkan.”ungkapnya.
Ahimmantus Sa’diyah, yang juga seorang pecinta dunia literasi, menyoroti kekuatan pesan dalam novel. Ia mengutip sebuah pepatah.bahwa dengan membaca, Anda akan mengenal dunia. Dengan menulis, maka dunia akan mengenal Anda.
“Dalam novel Gus Mantan ini ada banyak pesan tak terduga yang disampaikan penulis.”tandasnya.

Sementara itu, Ade Achmad Ismail, editor novel yang juga dikenal sebagai penggerak jurnalisme santri, menempatkan “Gus Mantan” dalam jajaran novel-novel fenomenal berlatar pesantren.
“Setelah novel Lima Menara Karya Ahmad Fuadi, Novel Habiburrahman, dan Hati Suhita karya Khilma Anis, Novel Gus Mantan ini menjadi pelengkap dari semua itu,”paparnya.
“Dalam novel ini, penulis mampu menabrakkan intrik-intrik keluarga dengan kehidupan pesantren tanpa harus menunjuk siapa yang salah, namun mencari cara bagaimana menyikapi persoalan itu.”sambung Ade.
Peluncuran novel “Gus Mantan” ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya perempuan, untuk terus berjuang, bangkit, dan menjadi pribadi yang lebih berdaya. (adb/ros).








































