Penulis Novel Gus Mantan: Sastra Bisa Sebagai Media Dakwah Kultural di NU

0
134
Penulis Miftahurrohmah dalam bedah novel Gus Mantan di Konferancab Fatayat NU Bae, Kamis lalu.

KUDUS,Suaranahdliyin.comPenulis novel Gus Mantan Miftahurrohmah mengatakan peran sastra bisa sebagai media dakwah kultural di lingkungan NU.

Pandangan ini disampaikan Miftahurrohmah kepada Suaranahdliyin.com usai acara bedah novel Gus Mantan yang diselenggarakan dalam Konferensi Anak Cabang (Konferancab)  Fatayat NU Bae di di Gedung SBSN Lantai 2 UIN Sunan Kudus, Kamis (25/12/2025).

Miftahurrohmah menandaskan sastra mampu menyampaikan nilai-nilai Islam secara lembut melalui empati dan cerita, tanpa menghakimi ataupun menggurui.
“Dakwah melalui sastra masuk ke ruang batin pembaca, sehingga perubahan dapat tumbuh secara alami,” jelasnya.

Miftahurrohmah menekankan pentingnya literasi sebagai jalan penguatan kesadaran dan martabat perempuan Ia mendorong kader Fatayat NU untuk tidak ragu membaca, menulis, dan menyuarakan pengalaman perempuan.

“Literasi dapat melahirkan keberanian, kesadaran, dan daya juang kader dalam memperkuat peran Fatayat NU sebagai penjaga nilai dan penggerak perubahan sosial.”tegas mantan ketua PC Fatayat NU Kudus ini.

Saat bedah buku di hadapan kader Fatayat NU Bae, Miftahurrohmah menyampaikan bahwa melalui novel Gus Mantan ini ingin menegaskan bahwa perempuan berhak utuh sebagai manusia, tanpa ditentukan oleh status sosial maupun pengalaman hidup masa lalu. Menurutnya, perceraian, luka, dan kehilangan bukanlah akhir dari martabat seorang perempuan.

“Melalui tokoh Richa, saya ingin menunjukkan bahwa keteguhan hati, cinta seorang ibu, dan pilihan untuk tetap bermartabat adalah bentuk kekuatan perempuan yang sering tidak disadari,” ujarnya.

Ia menambahkan novel Gus Mantan juga mengajak pembaca untuk memahami bahwa cinta tidak selalu harus memiliki dan perbedaan strata sosial tidak seharusnya menjadi penghalang.

“Nilai-nilai dalam novel tersebut relevan dengan kehidupan perempuan muda NUseperti kesabaran yang sadar, martabat diri di tengah struktur sosial yang kuat, keikhlasan yang kritis, serta religiusitas yang manusiawi sebagai penguat iman,”lanjut anggota KPUD Kudus ini.(Yuliana/adb)

Comments