BOYOLALI, Suaranahdliyin.com – Di Indonesia, halalbihalal menjadi tradisi yang umum dilaksanakan. Di dalamnya ada saling memaafkan dan silaturahmi setelah menjalankan puasa Ramadan.
Di antara sejarah (istilah) halalbihalal muncul pada idul fitri tahun 1948, ketika Ir Soekarno minta nasihat kepada KH Abdul Wahab Chasbullah agar kondisi Negara stabil dan aman. Kiai Wahab mengusulkan supaya diadakan pertemuan tokoh di istana Negara dengan tema “halalbihalal” untuk saling memaafkan dan memikirkan kemaslahatan bangsa ke depan.
Itu menjadi poin penting dari taushiyah KH Abdul Qowi dari Semarang dalam pengajian umum Halal Bihalal Paguyuban Remaja Dusun Jambe, Desa Bolo, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali di halaman SDN Bolo 2 pada Jumat (28/4/2023) malam.
“Banyaknya suku, agama, dan (potensi) persoalan bangsa, maka perlu melestarikan budaya halal bihalal sampai kiamat,” tegasnya.
Disampaikan, warga yang merantau di Jakarta, Sumatera, dan lainnya, saat lebaran kembali ke kampungnya, karena ingin sowan, hormat, dan minta maaf kepada orang tua, saudara, dan tetangga.
Wakil Camat Wonosegoro Suratno merasa senang atas kegiatan halal bihalal ini. “Saya akui halal bihalal ini luar biasa. Kegiatan besar yang tentu didukung kerukunan dan kebersamaan warganya,” ujarnya.
Dirinya berharap agar jemaah mampu mengambil hikmah acara ini. “Dengan kita ketemu dan berkumpul semoga bisa mempererat silaturahmi, dipanjangkan usia, dan diluaskan rezekinya,” harapnya.
Pengajian yang dihadiri tidak kurang 1500 jemaah itu juga diberkahi pembacaan salawat yang dipimpin Sayyid Qodir Asegaf Ali Al Habsi, Sayyid Qodir Asegaf Nizar Al Athos, dan Sayyid Qodir Asegaf Muhsin Al Hasni.
Hadir dalam pengajian tersebut MWC NU, Muslimat, GP Ansor – Banser, Fatayat, IPNU- IPPNU, Forkopimcam, dan pemerintah desa yang membaur bersama jemaah lain.
Ketua panitia pengajian Suhono menyampaikan terima kasih banyak atas kerja keras panitia bersama warga dan jemaah yang berkenan hadir. (siswanto ar/ ros, rid, adb)