
Semasa masih di duduk bangku sekolah Tingkat Dasar (SD), ‘’Sampah Masyarakat’’ bukanlah kata yang asing, lantaran sudah dijelaskan oleh guru. Yakni merujuk makna ”orang-orang yang dianggap tidak berguna (tidak bermanfaat) bagi masyarakat”.
Tetapi saat ini, saya memiliki pandangan lain tentang dua kata ‘’Sampah Masyarakat’’ tersebut. Tidak lagi merujuk pada makna orang-orang yang tidak berguna bagi masyarakat, tetapi kepada makna yang sebenarnya: sampah-sampah masyarakat.
Apa pasal? Sebab, setiap hari, melintas di manapun, saya sering menyaksikan banyak sampah-sampah berserakan atau sampah-sampah dalam bungkus plastik yang sengaja dibuang seenaknya oleh masyarakat.
Di pinggir-pinggir jalan. Di sungai-sungai. Dan di berbagai tempat lain, sampah-sampah yang membuat mata tidak sedap memandang, bisa kita saksikan: ironis!
Adanya sampah-sampah yang dibuang oleh masyarakat secara sembarangan ini, tentu menjadi persoalan (problem) besar yang tidak bisa dipandang sebagai sebuah kewajaran. Apalagi faktanya, sampah-sampah itu telah menjelma menjadi sebuah problem serius yang bisa mendatangkan problem-problem lain di tengah masyarakat.
Sampah-sampah masyarakat yang menumpuk di sungai-sungai, misalnya, akan menjadikan aliran air sungai tidak lancar, sehingga akibat buruknya adalah bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir jika musim hujan.
Lalu, sampah yang dibuang di pinggir-pinggir jalan seenaknya, juga akan membawa dampak buruk bagi masyarakat. Ia bisa menjadi pemicu munculnya penyakit. Atau paling minimal, secara psikologis, masyarakat yang melintas di jalan menjadi menggerutu dan mengumpat.
Pada intinya, persoalan sampah masyarakat ini merupakan salah satu problem serius yang dihadapi bangsa saat ini. Maka jika kita belum bisa berkontribusi dalam memberi solusi terkait masalah itu, paling tidak jangan sampai kita menambah beban masalah terkait sampah ini. (*)
Rosidi,
Penulis adalah pemimpin redaksi Suaranahdliyin.com, staf pengajar MA NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, dan anggota Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah.