
JEPARA, Suaranahdliyin.com – Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara menyelenggarakan Bahsul Masail Mahasiswa ASEAN bertema “Mereformulasi Konsep Keluarga Sakinah di Era Civil Society 5.0”, Ahad (23/01/2022).
Kegiatan yang berlangsung di gedung Fakultas Syariah dan Hukum ini diikuti oleh mahasiswa Hukum Keluarga Islam se-Indonesia melalui Zoom Meeting dan Streaming Youtube.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Mayadina Rohmi Musfiroh, mengutarakan, bahwa konsep keluarga sakinah di era 5.0 saat ini perlu direformulasi, melihat data-data terkait ini dalam beberapa waktu terakhir begitu mencengankan.
“Salah satunya data tingginya angka perceraian di Indonesia. Bahkan, pada pertengahan 2021 lalu, sebanyak 3,9 juta penduduk melakukan cerai hidup. Ini belum yang cerai mati,” katanya.
Menurutnya, dalam perspektif Hukum Keluarga Islam, banyaknya angka perceraian terjadi karena beberapa faktor, seperti minimnya tingkat ketahanan keluarga atau rumah tangga yang ada di Indonesia.
Lebih lanjut, ia memaparkan, faktor relasi dan kesenjangan juga menjadi menyebab rentannya keluarga. Masyarakat industri yang memberikan ruang perempuan untuk beraktivitas di publik, belum mencerminkan relasi yang setara sehingga menyebabkan perempuan menjadi multi beban.
“Dibutuhkan pemahaman yang baik antara laki dan perempuan dalam satu rumah tangga, ada kesalingmengertian, ada komitmen sejak awal,” jelasnya.
Tak hanya itu, minimya edukasi keluarga yang sakinah dan belum meratanya pendidikan pra nikah juga menjadi faktor tingginya angka perceraian di Indonesia. “Jadi, bahsul masail ini membahas bagaimana konsep perceraiain yang disebabkan karena tidak adanya kesetaraan kondisi suami terhadap istri,” paparnya.
Rektor Unisnu Jepara, Dr H Sa’dullah Assaidi, mengatakan, bahsul masail bukan untuk mencari-cari masalah atau perbedaan dalam sebuah hukum. Melainkan, cara ini digunakan untuk memecahkan, meluruskan, dan mendapatkan suatu kesepakatan atau kebaikan bersama. “Istilah lainnya, menalar motif-motif untuk dipilih yang terbaik,” ujarnya.
Lebih lanjut Rektor menambahkan, selalu berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Manusia hidup bersama orang lain adalah keniscayaan yang disesuaikan, sehingga hukum yang diterapkan bukan lagi syariah, melainkan pemahaman atau fiqih.
“Hidup yang asli adalah bagaimana kita bisa menciptakan hayatan thayyyibah. Hidup yang baik. Harmonis. Dan keselarasan surgawi,” tuturnya.
Maka ia berharap, ke depan kegiatan seperti ini dapat terus dijalankan dan dikembangkan lebih baik lagi. “Ini adalah langkah yangg baik untuk ditingkatkan,” tegasnya. (hasyim/ adb, rid)