MAGELANG,Suaranahdliyin.com – Tepat pukul 08.28 WIB, Workshop Penguatan Kurikulum KKN-SNPT STAINU Temanggung resmi dibuka Drs. KH. Moh. Baehaqi, MM Ketua STAINU di ruang pertemuan Hotel Oxalis Jl. Cempaka No. 17, Kemirirejo, Magelang, Kota Magelang, Jawa Tengah.
Dalam workshop bertajuk “Menuju STAINU Temanggung Berwawasan Riset” itu, membedah kurikulum berbasis KKNI-SNPT yang sudah diterapkan di STAINU.
Dalam pemaparan materi, Dr. Sigit Purnama, M.Pd akademisi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menegaskan semua perguruan tinggi sesuai UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi wajib menerapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau KKNI dan menyesuaikan Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang biasa disebut SN DIKTI atau SNPT.
“Semua lulusan STAINU kalau sudah ada standar minimal di KKNI-SNPT akan sama dengan semua kampus. Lulusan PAI STAINU tak akan kalah dengan UIN misalnya. Lulusan PGMI STAINU tak akan dengan UIN atau kampus lain misalnya, begitu pula yang lain,” beber doktor jebolan UNY tersebut.
Perkuat Islam Nusantara
Jika sudah menerapkan KKNI-SNPT, kampus harus memiliki keunikan. “Ini muncul pada mata kuliah penciri, baik di tingkat universitas atau jurusan dan prodi yang mendukung visi misi. Jadi yang unik inilah yang menarik,” beber dia.
Dijelaskan dia, di UIN Jogjakarta kemarin yang menarik adalah visi misi dan menjadi perhatian khusus saat akreditasi ASEAN University Network-Quality Assurance (AUN-QA).
“STAINU karena di bawah NU harus menunjukkan mata kuliah penciri NU nya karena itu yang membedakan, memiliki nilai lebih di akreditasi,” lanjut dia.
Ia pun menegaskan, kajian Islam Nusantara yang dimasukkan ke mata kuliah di STAINU Temanggung sangat bagus karena wajib diterapkan di semua prodi. Selain Islam Nusantara, STAINU juga memiliki mata kuliah penciri yaitu Aswaja Annahdliyah, Sejarah Pemikiran dan Perkembangan NU dan beberapa mata kuliah pendidikan Islam lainnya.
Sementara mata kuliah titipan nasional itu Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia dan pendidikan agama yang berciri khas Islam di sejumlah mata kuliah.
Menurut Sigit, mata kuliah Islam Nusantara menjadi kajian yang menarik diperdalam. Sebab, lebih menekankan pada Islam moderat khas Indonesia atau Nusantara. “Intinya Islam moderat, tidak terlalu kanan dan kiri. Kemarin saya juga menulis soal ini,” lanjut dia.
Sementara itu, saat konsorsium mata kuliah, Hamidulloh Ibda Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU Temanggung menegaskan tiap perguruan tinggi mana pun menerapkan mata kuliah ciri khas untuk mewujudkan visi misi institusi.
“Misalnya NU punya mata kuliah titipan Islam Nusantara, perguruan tinggi wajib menerapkannya. Begitu pula seperti di perguruan tinggi Muhammadiyah ada matakuliah Al-islam Kemuhammadiyahan. Semua mata kuliah itu untuk penciri dan menjadi bangunan untuk mewujudkan visi misi institusi,” lanjut dia.
Ketua STAINU Temanggung, Drs. KH. Baehaqi, MM menambahkan, bahwa di semua perguruan tinggi NU memang ada titipan mata kuliah dari LPTNU, Kopertais dan institusi internal.
“Bahkan kemarin saat kami kunjungan ke Universitas Muhammadiyah Magelang, di sana menyiapkan Prodi DIII Kemuhammadiyahan,” kata dia.
Untuk itu, semua mata kuliah di perguruan tinggi itu sangat menunjang visi misi institusi karena sudah sesuai aturan negara dan justru memiliki nilai lebih sebagai mata kuliah penciri dari perguruan tinggi lain.
Acara workshop ini dihadiri pulun dosen yang digelar pada Jumat (13/7/3018) sampai Sabtu (14/7/2018) dengan menghadirkan pula Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, MA dari UIN Jogjakarta. (Hi/ros,adb).