PEKALONGAN,Suaranahdliyin.com – Zikir merupakan perbuatan utama untuk menghilangkan segala sifat lalai (ghaflah). Dalam pandangan ilmu tasawuf ada dua jenis dzikir. Pertama adalah zikir yang hanya diucap di mulut tetapi hatinya masih terikat pada kepentingan dunia. Sedangkan yang kedua, adalah zikir yang dilandasi sifat ihsan dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Inilah yang bisa menghindarkan sifat lalai (ghaflah).
Hal itu disampaikan oleh Rais Aam Jam’iyyah Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya dalam Majelis Dzikir dan Pengajian Rutin Jumat Kliwon di Kanzus Sholawat, Kota Pekalongan, Jumat (21/12/18).
“Zikir yang disertai dengan ihsan ialah anta’budallah kaannaka tarah, wainlam takun tarah kaannahu yarah, bersembah sujudlah kepada allah seolah-olah kita mengetahuinya, tapi bila tidak bisa, merasalah bahwa dilihat oleh Allah,” tutur Habib Luthfi, sapaan akrab Habib Muhammad Luthfi bin ali bin Yahya.
Menurut Habib Luthfi, orang yang berzikir dengan sifat ihsan akan terhindar dari sifat lalai (ghaflah) yang bisa mencelakakan dirinya sendiri. Habib Luthfi menjelaskan sifat ghaflah tidak hanya di dalam hati saja, tetapi juga seluruh anggota tubuh manusia berpotensi ghaflah.
“Kalau hati sudah lupa (ghaflah), misalnya, itu akan memancar kepada mata kita lalu ke telinga kita, ke mulut kita, sehingga seluruh perbuatan selalu diliputi oleh nafsu,” papar Mursyid Thariqah Syadziliyah ini.
Kalau sudah begitu, lanjut Habib Luthfi, mata akan melihat segala sesuatu dengan pandangan amarah dan nafsu. Begitu juga pada telinga dan mulut yang diliputi ghaflah akan suka digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang berpotensi memecah belah dan sebagainya.
“Mengapa saya berpendapat begitu, karena kelak kita akan ditanya oleh Allah SWT mengenai kegunaan mata, mulut dan telinga. Mengapa terjadi kelalaian karena kita selalu ghaflah dan tidak merasa sedang dalam pengawasan Allah SWT,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Habib Ahmad al-Habsyi mengatakan dengan memperbanyak zikir seseorang akan dijaga dari segala perbuatan yang tidak di ridhai Allah SWT. Tangannya akan digunakan untuk membantu orang lain, kakinya akan digunakan untuk melangkah ke tempat-tempat yang di ridhai Allah SWT.
“Inilah atsar dari sebuah zikir mengingat Allah SWT. Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Maksudnya menjaga Allah adalah menjaga segala perintah dan larangan Allah SWT dengan perbuatan yang sesuai dengan itu,” katanya.
Habib Ahmad mencontohkan bila tidak jarang kita temui orang yang sudah tua, tetapi matanya masih tajam, ingatannya masih kuat, tubuhnya masih tegar, cara berjalannya masih seperti anak muda. Demikian itu biasanya dimiliki oleh para ulama-ulama sepuh kita yang ketika ditanya kuncinya dalah zikir dan menjaga badan supaya jauh dari maksiat.
“Ini anggota tubuh aku jaga dari perbuatan maksiat, selalu aku ajak untuk berzikir kepada Allah SWT. Makanya tubuh ini dijaga tetap sehat dan kuat. Orang yang seperti itu hatinya pasti ada timbangan, kira-kira saya berbuat seperti ini menurut Allah bagaimana, benar atau tidak,” kata Habib Ahmad.(Farid/adb)