Oleh: KH Shofi Luthfi
Lebih dari satu dekade terakhir, Indonesia mengalami musibah (bencana) setiap kali musim hujan datang. Banjir menjadi salah satu musibah terbesar yang dialami banyak masyarakat di Negeri ini, tak terkecuali di Kabupaten Kudus.
Pada 2023 saja, misalnya. Banjir terjadi di sebanyak 32 desa yang ada di berbagai kecamatan, seperti Kecamatan Undaan, Kecamatan Mejobo, dan Kecamatan Kaliwungu.
Ada satu pertanyaan mendasar yang bisa dikemukakan di sini; haruskah musibah banjir mesti selalu berulang setiap tahun?
Perlu dipahami, bahwa musibah banjir yang melanda di banyak tempat di Indonesia, bukan karena tingginya volume air hujan. Tetapi karena buruknya saluran air (drainase) di satu sisi, dan buruknya perilaku masyarakat dalam membuang sampah, salah satunya suka membuang sampah di sungai.
Buruknya drainase ini, yang seringkali membuat air dari permukiman warga melimpas ke jalan-jalan secara sporadis, sehingga membuat kenyamanan pengguna jalan terganggu.
Selanjutnya, dalam hal membuang sampah sembarangan, termasuk tidak sedikit masyarakat yang suka membuang sampah di sungai, juga menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir.
Iya, jika hanya satu atau dua orang yang membuang sampah, barangkali volumenya tidak begitu besar. Namun jika banyak orang yang kemudian melakukan perilaku buruk suka membuang sampah sembarangan, termasuk di sungai, jika itu terakumulasi, maka tentu akan membuat masalah. Dan jika musim hujan dating, membuat sungai menjadi tidak lancar mengalir airnya, dan mengurangi kapasitas volume air sungai.
Dengan Bahasa yang sederhana, bisa dikemukakan, bahwa ada banyak praktik (perilaku) baik yang bisa dilakukan oleh para generasi muda bangsa ini, dalam mewujudkan rasa cintanya kepada tanah air. Salah satunya adalah dengan merawat lingkungan sebaik mungkin.
Merawat lingkungan sebaik mungkin ini menjadi poin penting yang mesti disadari oleh semua lapisan masyarakat, lantaran alam (lingkungan) yang kita tinggali saat ini tidak hanya milik kita, tetapi milik generasi yang akan dating. Akankah kita akan mewariskan alam (lingkungan) yang penuh kerusakan terhadap generasi mendatang? Tentu tidak, bukan?
Merawat alam sebaik mungkin, adalah salah satu penanda cinta kita kepada tanah air, bahkan kepada dunia. Sebab cinta itu merawat, bukan merusak. Maka jika Anda mengaku cinta tanah air, cinta Indonesia, maka jagailah alam Indonesia.
Ingatlah selalu, jangan menyakiti negeri zamrut khatulistiwa ini dengan membuat kerusakan, termasuk dengan membuang sampah sembarangan, karena itu akan berdampak buruk, yakni bisa menyebabkan terjadinya bencana. Wallahu a’lam. (*)
KH Shofi Luthfi,
Penulis adalah staf pengajar MTs NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus serta pengasuh Pondok Pesantren Tasywiqul Furqon Kudus. Menyelesaikan Studi Sarjana (S-1) di Universitas Al-Ahghaf, Yaman dan Studi Magister (S-2) di IAIN Kudus.