KLATEN, Suaranahdliyin.com – Salah satu dampak masifnya kemudahan teknologi dan jaringan internet, yakni semakin merebaknya penggunaan media sosial di berbagai kalangan, tak terkecuali generasi milenial. Tidak sekadar sebagai penikmat, teknologi dan media sosial melahirkan arena baru bagi terhubungnya berbagai orang dari beragam lokasi.
Realitasnya, selain sebagai arena saling terhubung, media sosial juga menjadi sarana komunikasi dan sarana penyebaran pesan yang beragam, positif maupun negatif. Narasi kebaikan dan ujaran kebencian. ibarat rel ganda dalam perjalanan media sosial.
“Orang bisa mengirim pesan apapun melalui media sosial yang dinikmati berkat teknologi yang kian canggih,” kata Rahmat Eko, Ketua Panitia Forum Diskusi Milenial Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (PP RMI) di Ponpes Al-Barokah, Samben, Klaten, Sabtu (30/03/2019).
Forum diskusi milenial bertajuk “Merajut dan Mengkokohkan Nilai – Nilai Kebangsaaan dan Keagamaan” itu diikuti ratusan santri di Jawa Tengah. ‘’Teknologi dan media sosial membantu produktivitas dan menciptakan karya sekaligus menjangkau pasar dan penikmat yang luas. Kini, media sosial menjadi dunia tersendiri bagi banyak profesi untuk memperkenalkan karya, menjual produk, mendapat dukungan sosial dan atau memengaruhi trend,’’ ungkapnya.
Media sosial (media digital), tutur Eko, kini berkembang tidak sekadar sebagai alat komunikasi, melainkan lebih kompleks, dan multifungsi dari urusan bisnis, media berkarya, dan media eksistensi, sampai sebagai sarana dakwah dan doktrinasi dengan segmentasi tak terbatas.
‘’Aktivitas dakwah millenial, menjadi harapan untuk meningkatkan tren positif melalui pengaruh narasi (konten) yang dibuat oleh para influencer dakwah millenial. Di sini, dakwah dipahami sebagai tugas kehidupan bagi santri, sehingga dukungan dakwah go digital akan memperluas pasar penikmat, juga manfaatnya. Fenomena (isu) yang viral bersumber dan berawal dari publik media sosial (netizen),’’ paparnya.
Dan belakangan, ungkapnya, kampanye ke-Indonesiaan, toleransi, dan semangat menjaga persatuan banyak digadang oleh berbagai pihak, lantaran banyak fenomena menjamurnya berita yang memengaruhi situasi nasional.
‘’Masalahnya, nilai-nilai tren positif yang ada dan hidup di masyarakat kita, khususnya di dunia pesantren, seakan tidak muncul. Ini dkarenakan antara lain kurang pedulinya masyarakat santri terhadap fenomena di atas, atau kurangnya kemampuan santri dalam mengakses dan melakukan counter media terhadap persoalan-persoalan yang berkembang di media sosial,’’ katanya.
Untuk itu, perlu dilakukan upaya preventif dalam menangkal berbagai isu yang mengancam persatuan dengan menciptakan influencer dakwah millenial. Di sinilah santri harus berperan, mengingat santri juga kaya akan konten dan tradisi positif.
“Influencer dakwah millenial, diharapkan dapat mengangkat nilai-nilai lokal, religiusitas serta dengan narasi kekinian yang mudah dipahami, menarik dan menghibur. Selain itu, juga mengangkat nilai-nilai kearifan lokal dan mengeksplorasi khazanah pesantren,” urainya. (zul/ adb, ros)