
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Kekayaan tradisi yang lahir mengiringi Idul Fitri, memang sangat beragam. Tepat sepekan usai Lebaran, misalnya, tak sedikit daerah di Indonesia, khususnya Jawa, yang memiliki tradisi kenduri Kupat (Ketupat).
Berdasarkan kepercayaan masyarakat dan di berbagai literatur yang banyak tersebar, tradisi Kupat dipercaya dikenalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Kupat (Ketupat) makanan khas yang mengandung makna permohonan maaf, yakni ‘ngaku lepat’ atau ‘mengakui kesalahan’.
Selain Kupat, ada lagi makanan khas lain yang selalu ada ‘mendampingi’ keberadaan Kupat, yaitu Lepet. Lepet ini oleh masyarakat juga diyakini sebagai simbol pengakuan kesalahan juga, yakni Lepat.
Lepas dari maknanya, Kupat – Lepet ini menjadi tradisi unik yang ada di tengah-tengah umat Islam Nusantara, untuk mempererat ukhuwah dan silaturahim. Hal itu ditunjukkan melalui tradisi kenduri yang digelar.
Kenduri Kupat – Lepet biasanya digelar di Masjid-masjid atau Musala (Langgar). Dalam tradisi itu, masyarakat membawa Kupat – Lepet, yang kemudian makan bersama-sama usai kiai (sesepuh masyarakat) memimpin doa.

Di luar kenduri Kupat – Lepet, bersamaan di hari itu, ada beragam ‘tradisi’ lain yang digelar di berbagai daerah. Di Kabupaten Demak ada Grebeg, di Kabupaten Kudus ada tradisi Bulusan, dan beragam lainnya.
Selain itu, tempat-tempat wisata juga membeludak oleh masyarakat yang berkunjung bersama keluarga, kerabat dan kawan-kawannya, yang biasanya memuncaki libur Lebaran. (gie/ ros/ adb)