HARI Guru Nasional, selalu diperingati setiap 25 November. Pertanyaannya, apa istimewanya seorang guru, sehingga mesti “diberi penghormatan” sedemikian rupa?
Jika menilik peran yang diambil seorang guru, maka “penghormatan” dengan adanya Hari Guru Nasional yang diperngati setiap tahun, sangatlah beralasan. Karena peran guru kepada masayarakat dan bangsa, sangatlah besar.
Suwardi Endraswara (2010), mengemukakan, bahwa perkataan guru merupakan gabungan dari dua suku kata, yaitu “gu” (digugu: boleh atau bisa dipercayau) dan “ru” (ditiru: bisa diteladani).
Dengan bahasa yang gampang dicerna, Suwardi Endraswara menyampaikan, bahwa guru yang dalam ungkapan Jawa bisa digugu lan ditiru, maksudnya adalah seseorang yang boleh ditiru perkataannya, perbuatannya, tingkah lakunya, pakaiannya, hingga amalannya.
Dari sini saja, sudah sangat nampak, betapa berat posisi seorang guru, yang memikul tuntutan berat di tengah masyarakat. Sehingga tak ayal, perilaku seorang guru pun akan selalu menjadi sorotan publik.
Belum lagi, ia juga memikul beban profesi antara lain menyampaikan ilmu pengetahuan, memberi kemahiran (keterampilan) serta memupuk nilai-nilai murni nan luhur kepada peserta didik yang notabene adalah para generasi penerus bangsa.
Dalam rangka membimbing para generasi bangsa itu, dan karena guru itu harus (bisa) digugu dan ditiru, tentu bukan hal mudah. Selain mesti memahami perkembangan perilaku anak didiknya, juga dituntut bisa menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.
Dengan begitu, maka guru bisa melakukan pendampingan dengan baik. Sebagai sosok yang akan mengarahkan anak didik, para generasi bangsa, sehingga bisa menjawab tantangan zaman, bagaimana pun kondisinya. Selamat Hari Guru Nasional! (redaksi)