
PEKALONGAN, Suaranahdliyin.com – Terkadang manusia sering salah menempatkan kedudukan ilmu dan akal. Tidak jarang keduanya dianggap sebagai suatu kemutlakan hingga mengalahkan iman.
Hal itu mengemuka dalam Majelis Rutin Kliwonan di Kanzus Sholawat Kota Pekalongan yang dipimpin oleh Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Jumat pagi tadi(06/12/19).
“Bilamana seseorang masuk ke ruang akal, tidak ada habisnya ia terkungkung dan berputar menurut kebenaran ilmunya sendiri,” kata Habib Luthfi.
Seseorang yang demikian itu, lanjut Habib Luthfi, tidak akan bisa terlepas dari pengaruh akal kecuali ditolong oleh Allah. Bagaimanapun juga ilmu yang diturunkan kepada manusia adalah makhluk. Maka untuk bisa memahaminya membutuhkan pertolongan.
“Buktinya kalau ilmu adalah makhluk ia masih memerlukan pertolongan. Contoh mau buat lemari, sudah ada bahan bakunya sudah ada modelingnya, tetap saja butuh pensil untuk digambar dulu, kemudian dirangkai dan sebagainya,” papar Habib Luthfi.
Beda dengan ilmunya Allah, yang tidak memerlukan pertolongan ataupun pengaruh akal. Habib Luthfi mencontohkan ketika Allah mengharamkan sesuatu tidak bergantung pada madlorot.
“Contoh Allah mengharamkan babi, apakah sebab ada bahaya cacing pita? Tidak. Kalau itu dipikir menurut akal pasti menuntut jawaban, karena itu iman harus masuk,” terangnya.
Dengan begitu, akhirnya akal bisa taslim (mengikuti) kepada iman. Dampaknya hidup akan lebih tenang, tidak dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang tidak perlu.
Habib Luthfi mencontohkan lagi, ketika Allah menciptakan malaikat pencatat amal padahal sesungguhnya Dia sendiri sudah Maha Mengetahui. Kemudian juga ketika Allah kelak akan menimbang amal kita dengan Mizan.
“Untuk apa itu semua padahal Allah sudah Maha Mengetahui. Tidak lain itu semua untuk manusia supaya iman dan berpikir,” katanya.
Habib Luthfi menambahkan, manusia tidak bisa lepas dari sifat riya’ dan sombong. Dari dunianya sudah sombong masuk ke kubur juga masih sombong.
“Seperti halnya ketika selesai mengaji, kemudian bisa sholawatan sekian ribu, muncul rasa bangga. Nah, nanti ketika di Mizan amal itu ditimbang ternyata amat kecil dibandingkan dengan rahmat yang diberikan Allah,” jelasnya.
Makanya, imbuh Habib Luthfi, Allah berfirman Masuklah ke surgaku dengan rahmatku. Sebab fadhalnya Allah tidak bisa ditakar dengan akal.
“Oleh sebab itu, para ulama dalam menafsirkan Alquran pakai Naqli dan juga Aqli, supaya seimbang,” tambahnya.
“Itupun tidak bisa semua ditafsirkan. Sebab andaikan seluruh air di lautan jadi tinta untuk menulis ilmunya Alquran itu tidak cukup,”sebut Rais Aam JATMAN ini.
Kembali pada pembahasan utama, pada kesempatan ini Habib Luthfi menekankan pada pentingnya memposisikan ilmu, akal dan iman dalam diri manusia.
Kendati ilmu pengetahuan penting dimiliki tetapi tetap harus dilandaskan pada iman yang mantap kepada Allah agar diberikan pemahaman yang bermanfaat bagi kehidupan. Bukan sebaliknya, yakni ilmu yang menimbulkan madlorot serta ancaman.(rid/adb,ros)