KUDUS, Suaranahdliyin.com – Mustasyar PWNU Jawa Tengah Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf berpesan agar seseorang bisa menempatkan dirinya sesuai ilmu yang dimiliki. Demikian itu disampaikannya dalam acara Harlah Emas ke-50 SMA NU Al-Ma’ruf, Sabtu (07/09/19).
Habib Syech mengisahkan sebuah cerita teladan tentang seorang anak muda yang memiliki jam klasik yang berusia ratusan tahun. Suatu ketika, anak muda itu ingin menjual jam tersebut untuk mencukupi kebutuhannya.
Datanglah anak tadi ke toko jam. Ia ditanya, apa yang kau bawa itu, wahai anak muda?. Dijawablah oleh anak tersebut, ini saya punya jam yang sudah sangat lama, saya ingin menjualnya untuk memenuhi kebutuhan saya, tolong dihargai berapa.
“Kemudian tukang jam itu pun mau menghargai lima puluh ribu. Alasannya, jam ini sudah sangat lama, sekarang mungkin sudah tidak laku dijual,” tutur Habib Syech berserita.
Anak muda itu pun menolak sebab kebutuhannya tak mungkin cukup dengan uang Rp. 50.000,-. Akhirnya, anak muda tersebut datang kepada penjual barang antik. Ia pun kembali menawarkan jamnya tersebut. Di situ, ia menanyakan hal yang sama, berapa harga untuk jam lama milik saya ini?
“Penjual itu tahu jika jam tersebut termasuk barang antik, ia pun menawarnya dengan harga sepuluh juta,” papar Habib Syech.
Meskipun begitu, lanjut Habib, anak muda tersebut masih ragu untuk melepasnya. Sepertinya kebutuhannya masih tidak tercukupi dengan uang sepuluh juta. Ia pun pergi lagi kepada seorang kolektor barang klasik dan antik.
“Akhirnya, ketemu lah dia dengan orang yang tepat untuk ia tawari jam miliknya. Dengan orang tersebut jamnya ditawar 100 juta. Karena orang itu benar-benar tahu jika jam tersebut memang sangat langka dan antik,” kata Habib Syech.
Habib Syech menjelaskan bahwa ada pelajaran bagus dari kisah tersebut. Pelajaran pertama yaitu orang akan menghargai sesuatu menurut ilmunya (pengetahuannya). Semakin ia tahu sesuatu ia, semakin tinggi pula ia akan menghargainya. Pelajaran kedua, seseorang harus bisa menempatkan sesuatu yang berharga itu sesuai tempatnya dengan ilmu.
“Ilmu itu sesuatu yang berharga, tetapi bila tidak ditempatkan sesuai kegunaannya juga tidak bakal dihargai oleh orang. Sekarang jika banyak orang berilmu tidak dihargai jangan langsung salahkan yang tidak menghargai, tetapi mungkin saja yang berilmu tadi tidak mengamalkan sesuai yang ia miliki,” jelas pendiri Jam’iyyah Ahbabul Musthofa ini.
Habib Syech mencontohkan, banyak sekali orang yang hafal Alquran tapi tidak dihargai sebab akhlaknya tidak mencerminkan Alquran. Begitu juga pelajar seharusnya bersikap, yakni dengan mengamalkan ilmu yang telah ia dapat di sekolah dengan baik dan sesuai tempatnya.
“Jangan lantas sudah diajarkan ilmu agama di madrasah malah masih pacaran,” kelakarnya pagi itu.
Habib kemudian mengajak supaya pelajar di Indonesia, khususnya yang dibawah naungan NU untuk menempatkan diri sesuai ilmu yang dimiliki. Menurutnya, dengan begitu Indonesia akan memiliki generasi emas yang unggul sehingga bisa maju di masa depan.
“Mari kita amalkan dan ikuti apa yang telah diajarkan oleh guru-guru kita, kiai dan ulama kita, semoga Al-Ma’ruf ini kedepan semakin berkah, manfaat dan jaya. Indonesia semakin maju di masa depannya,” pinta Habib Syech.
Hadir pula pada kesempatan itu, Ketua PCNU Kudus H. Asyrofi Masyitho, Sekretaris PCNU H. Kisbianto, Ketua MUI Kudus KH. Ahmad Hamdani Hasanuddin, Plt. Bupati Kudus H.M. Hartopo, Kapolres Kudus, Komandan Kodim dan alumni SMA NU Al-Ma’ruf. (rid/adb)