Ramadan di Kota Tarim

0
4921

Selama bulan setia mentawafi bumi, sampai kapan pun Ramadan akan kembali. Tahun demi tahun. Tak ambil peduli di belahan bumi mana atau di musim apa, dia akan datang.  

Semarak Ramadan di Kota Tarim. Warga berduyun-duyun memenuhi masjid-masjid untuk beribadah.

HADHRAMAUT, Suaranahdliyin.com – Tarim adalah kota kecil—mungkin sebesar kecamatan—di provinsi Hadhramaut Republik Yaman. Kota ini adalah destinasi kedua pelajar Indonesia merantaui ilmu, menurut LPJ PPI Yaman 2016. Jangan terlalu kagum dengan bangunan kota ini. Milik kita jauh lebih memikat. Namun keberkahan ilmu benar-benar nampak di kota ini. Tiada dalil yang bisa membantahnya. Bulan Ramadan misal saja.

Ramadan di Tarim sangat semarak. Bukan sebab banyaknya pedagang takjil, harga promo atau janji buka bersama. Semua itu malah sulit ditemukan di sini. Sumber semarak Ramadan Tarim adalah malam yang hidup. Malam Tarim lebih terang dari siangnya. Ini bukan majas, tapi sehakikat harfiahnya.

Sehabis azan Ashar, masyarakat menghadiri pengajian berbagai kitab di beragam tempat. Di masjid Imam Haddad di Hawi, di Darul Musthafa, Masjid Jami’ Tarim, di Muhdlor, di belakang Muhdlor, di samping Muhdlor dan masih banyak lagi.

Menjelang Maghrib, jalan-jalan menyepi. Penduduk sudah pulang untuk berbuka. Beberapa melakukannya di masjid. Setelah menyegerakan takjil, jamaah Maghrib didirikan, lalu makan malam dan istirahat.

Malam baru tampak saat azan Isya. Tarawih akan dimulai awal Isya. Di banyak masjid, tarawih akan berakhir saat sahur. Ini dikarenakan masjid di Tarim tidak sama saat memulai tarawih. Ada yang paling cepat pukul 7.30 di Masjid Sulthanah dekat pemakaman Zambal; Masjid Al-Kaff dekat Darul Musthafa pukul 08.00; Masjid Maula Aidid pukul 8.30; Masjid Ubadah pukul 8.45; Darul Musthafa pukul 09.00; Masjid Al-Bir pukul 09.00; Masjid Baawali pukul 11.00; Masjid Muhdlor pukul 12.00; Masjid Jami’ Tarim pukul 01.30; Masjid Taqwa pukul 02.00, dan masih banyak lagi.

Masjid-masjid tersebut, adalah yang paling sering dipilih mahasiswa untuk salat tarawih. Tak jarang ada yang sampai lima masjid diiktikafi bergiliran. Total 100 rakaat dalam semalam pun bukan hal yang samar.

Yang paling istimewa adalah di Baalawi. Masjid ini adalah favorit masyarakat Tarim. Tarawih baru dimulai pukul 11.00. Jika datang pukul 10.00, bisa dipastikan tidak akan dapat tempat alias masjid sudah penuh.

Saya tidak tahu kapan waktu yang tepat dan sedikit masuk akal untuk masuk shaf tengah di masjid yang baru mulai salat pukul 11.00. Para kiai dan santri sangat nyaman berlama-lama di sini, padahal banyak masjid yang fasilitasnya lebih baik.

Memasuki paruh akhir Ramadan, mulai malam ke-15, masjid-masjid menggelar khatm secara bergiliran. Bahkan dalam semalam bisa lebih dari satu masjid yang mengadakan. Yang paling ramai adalah khatm di Darul Musthafa malam 17, di Masjid Segaf malam 21, di Masjid Baalawi malam 27, dan di Muhdlor malam 29.

Sebagai saran, jika berniat ingin menghadiri khatm, hadirlah paling tidak satu jam sebelum dimulai salat di masjid itu. Jika tidak, paling dapat tempat di jalan yang diberi alas terpal. Jalan kendaraan beraspal pun penuh dengan jamaah. Apalagi di Muhdlor, jamaah bisa sampai lapangan bola seberang jalan. Itu jarak yang sangat jauh untuk salat. Sekitar Menara Kudus (Indonesia) hingga Klenteng Hok Tik.

Yang mengherankan, di manapun tempat tarawih dan jam berapapun, masjid selalu ramai. Ini menunjukkan kesungguhan penduduk Tarim dalam mencari berkah Ramadan. Sehabis tarawih pun, masjid masih ramai. Mereka iktikaf dan membaca Al-Quran.

Tidak semua kota di Hadhramaut seperti ini. Hanya ada di Tarim. Bahkan kota sebelah Tarim, tidak sama, seperti Seiun dan Hauthah. Semarak Ramadan di kota-kota itu tidak seramai di Kota Tarim.

Menunggu waktu berbuka puasa.

Saya pernah sebulan penuh di Hauthah saat Ramadan 1.437 H lalu. Saya menetap di Rubath Hauthah, pesantren yang ada di pusat kota. Kegiatan Ramadan tetap ada. Hanya saja, merasakan Ramadan di sana tidak seramai di Tarim. Saat itu, Saya bersama Ketua Tanfidziyah PCINU Yaman, Gus Imam (Sarang). “Memang beda. Ramadan di Tarim, spesial. Orang-orangnya semangat beribadah, bahkan sampai menjelang sahur,” katanya.

Ya, Ramadan memang bukan masalah tempat. Dia adalah waktu sebulan dalam kalender hijriah. Dimana pun kita berada, selama menyimpan iman, kita berhak merasakan nikmatnya. Memang berpuasa di tempat-tempat suci mempunyai keutamaan tersendiri. Ada banyak pilihan ibadah yang bisa dilakukan di sana. Namun kita juga harus hati-hati. Pepatah Arab bilang, “Dekat adalah penghalang”.

Jika kita tidak mempunyai niatan dari awal, Ramadan akan lewat dibawa waktu tanpa kita sambut dan pisah. Separuh Ramadan telah lewat. Mari perbarui niat kita. Semoga Ramadan kali ini membawa banyak perubahan baik bagi kita. Paling tidak satu perubahan saja. Asal istikamah selamanya. (Mohamad Abdurro’uf, mahasiswa Al-Ahgaff University, Yaman)

 

Comments