Ragam Persoalan Kebangsaan Dibahas dalam KUPI II  

0
704
Sejumlah tokoh saat menjadi panelis pada salah satu sesi halaqah KUPI II

JEPARA, Suaranahdliyin.com – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II digelar di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara pada 23 – 26 November 2022. Sederet tokoh nasional dan tema-tema penting kebangsaan diulas dalam kesempatan ini.

Sederet tokoh nasional yang hadir antara lain Hj Ida Fauziyah (Menteri Tenaga Kerja RI), H Abdul Halim Iskandar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), H Lukman Hakim Saifuddin (tokoh agama), Hj Badriyah Fayumi (KUPI), serta sejumlah nama lain seperti Hj Alissa Qotrunnada (Alissa Wahid), KH Husein Muhammad, dan Zahra Amin.

Sedang sejumlah  tema yang dibahas antara lain Meneguhkan Peran Ulama Perempuan dalam Merawat dan Mengokohkan Persatuan Bangsa, Tantanga dan Peluang Dakwah serta Gerakan Keulamaan Perempuan di Era Digital, Dukungan Negara terhadap Eksistensi dan Perempuan Ulama Perempuan, serta Peran Ulama Perempuan dalam Merawat dan Melestarikan Alam.

Direkur Fahmina Institute yang juga salah satu panitia penyelenggara KUPI II, Rosidin, mengutarakan, diselenggarakannya halaqah sebelum pembukaan secara resmi, kemarin, bertujuan untuk menangkap proses yang menjadi kelemahan dalam advokasi yang dilakukan ulama perempuan.

”Merefleksi lima tahun ke belakang paska pelaksanaan KUPI I di Cirebon. KUPI berhasil mendorong disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan peningkatan usia perkawinan anak,” ujarnya.

Dia menambahkan, bahwa halaqah sebelum pembukaan juga merefleksikan advokasi PPRT yang sudah lama dilakukan, yakni sejak 2004, namun hingga kini belum disahkan. “Lamanya proses pelaksanaan itu, maka ulama perempuan perlu merefleksi sejumlah titik lemah dalam advokasi. Isu lainnya yang dibahas dalam halaqah adalah masalah kebangsaan,” tuturnya.

Perwakilan Jaringan GUSDURian Nasional, Suraji, mengemukakan, halaqah menjadi ruang untuk memperkokoh peran tokoh agama dalam memperkuat kebangsaan. ”Hal lain yang menjadi fokus halaqah adalah memperkuat prinsip kesetaraan,” paparnya.

Zahra Amin (Mubadalah.id), mengemukakan, KUPI mempunyai strategi struktural, salah satunya melalui rencana aksi pencegahan ekstremisme. “Kami membicarakan peran perempuan dalam pencegahan ekstremisme. Bahwa perempuan tidak hanya selalu menjadi korban atau pelaku, tapi juga menjadi agen pencegahan. Untuk ini perlu kolaborasi dengan semua pihak. Domestifikasi perempuan adalah bibit-bibit ekstremisme yang menghalangi peran perempuan di ruang publik,” tegasnya.

Sementara ketua III KUPI II, Pera Sopariyanti, menjelaskan, kongres ulama perempuan menjadi proses yang panjang. Ada banyak proses yang dilakukan, katanya, mulai dari penguatan ulama perempuan di akar rumput. Ulama perempuan di akar rumput ini memiliki misi keislaman. Misi keislaman tersebut dibahas dalam halaqah KUPI II, yaitu tentang pekerja rumah tangga.

”Pekerja rumah tangga (PRT) juga manusia. Dia adalah warga Negara dan memiliki hak yang sama. Dan Islam melarang kezaliman kepada manusia,” ungkapnya. “Dalam relasi kemanusiaan, PRT dianggap kelompok yang paling rendah. Ulama perempuan bersepakat, perlindungan terhadap PRT adalah hal yang urgen. PRT sangat rentan, karena jam kerja yang panjang, sehingga rentan mendapatkan kekerasan seksual. Hal tersebut menjadi alasan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) PRT harus segera disahkan,” lanjutnya. (rls/ gie, qim, ros, adb)

Comments