Pengaruh Teologi Terhadap Saintek

0
1100

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

Diakui atau tidak, Islam dan saintik, memiliki keterkaitan (relevansi). Dalam Islam, ada beberapa langkah sains yang ditempuh. Yakni observasi (QS. 88: 17-20, measurement (16: 11-12) dan konklusi (khulashah).

Meskipun bersifat asumtif, saya berpendapat, bahwa teologi bisa memantik lahirnya sains dan teknologi (saintek), dan bisa terjadi sebaliknya. Ini bisa kita lihat, setelah membaca sejarah teologi dan saintek dalam Islam.

  1. Era Teologi Aqli Mutlak + Naqli

Era ini dipelopori oleh Wasil Bin Atha’ al-Mu’tazili (81-131/700-750), yang mendahulukan aqli ketimbang naqli. Bagi Wasil, akal adalah anugerah segala-galanya. Baginya, manusia bisa tahu mana yang baik dan buruk, sebelum hadirnya wahyu.

Sepeninggal Wasil, lahir para ulama Sunni di bidang fiqih. Ada yang rasionalis, bernama Imam Hanafi (80-150 H/ 711-767 M) yang lahir di Kufah dengan nasab Persi/ Iran. Meski terkenal madrasah ahlu al-ra’yi, tetapi ia tetap mendahulukan al-Quran dan sunnah.

Selanjutnya ada Imam Malik (93-179 H/ 699 M), lahir dan wafat di Madinah. Imam Malik terkenal madrasah ahlul hadis, sesuai tempat hidupnya di Madinah yang kaya tradisi. Lalu Imam Syafi’i (150-204 H/ 767-819 ) lahir di Gaza dan wafat di Mesir. Ia terkenal dengan madrasah jam’u yang menyinergikan naqli dengan aqli, seperti dalam kitab ushul fiqh-nya; Ar-Risalah. Ini bisa dilihat dari dasar fiqhnya yang terdiri dari al-Quran, hadis, ijma’ dan qiyas.

Kemudian ada Imam Hanbali (164-248 H/ 780-855 M), yang lahir dan wafat di Baghdad. Imam Hanbali lebih fundamentalis, karena bertempat di kota metropolitan yang penuh keragaman dan gejolak keberagamaan.

Para ilmuwan muslim pada era aqli-naqli ini meski belum tentu Mu’tazili, antara lain Al-Khawarizmi (164-232 H/ 740-846 M) penemu aljabar dan logaritma; Al-Kindi (188-260 H/ 801-873 M) bidang merafisika, etika, logika, psikologi, faramakologi, matematika, astrologi, optik dll; Ahmad bin Tulun (864-896 M) ahli perumahsakitan psikofisik; Al-Farabi (258-339 H/ 872-951 M) bidang filsafat sampai digelari guru kedua setelah Aristoteles; Abas bin Firnas (875 M) penemu pesawat terbang.

  1. Era teologi Naqli + Aqli Terbatas

Imam Abul Hasan Asy’ari (260-323 H/ 873-935 M) lahir di Bashrah dan wafat di Baghdad. Al-Asy’ari berpegang kuat atas naqli, dan memperteguh dengan argumen aqli. Al-Asy’ari berdiri antara Mu’tazilah dan ahlul hadis. Sedang Imam Abu Manshur al-Ma’turidi (238/ sezaman dengan Imam Bukhari dan Muslim) kuat dalam argumentasi aqli tanpa berlebihan. (Dr Abu Zahrah, Tarikhul Mazaahibil Islamiyah, Kairo, Daarul Fikril Arabi, 2008, V.1, hlm. 212)

Pada era teologi ini, meski tidak tentu Aswaja, lahir di antaranya Ibnu Haitsam (354-439 H/ 965-1.039 M) bidang optik; Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1937 M) bidang Bahasa Arab, geometri, fisika, logika, hukum, teologi, dan kedokteran; serta Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M) bidang filsafat, teologi,  sains, dan tasawuf.

Selanjutnya, ada Ibnu Rusydi (520-595 H/ 1126-1198 M) bidang fikih, kalam, sastra, matematika, fisika, astronomi dan filsafat; Jabir al-Hayan pada bidang ilmu kimia; Al-Idrisi (1156 M) penemu kompas; Az-Zahrawi bidang ilmu bedah modern; Al-Battani untuk bidang astronomi; Ibnu Khaldun At-Tunisi sosiolog terkemuka dunia; dan Al-Jazari bapak mekanik industri modern.

  1. Era teologi Naqli – Anti Ta’wil

Ada buku Al-Wahhabiyyah Tusyawwihul Islam wa Tuakhirul Muslimin (Wahabiyah sekte yang memalukan Islam dan membuat ketertinggalan umat Islam) karya sekumpulan ulama Mesir. Sebagian besar ulama memandang, bahwa Islam dan sains bersifat integratif.

Konkretnya, ada yang disebut natural theology, yaitu penemuan ilmiah menjadi instrumen mengenal Tuhan. Ada pula theology of nature, yaitu ketika makrifat selalu di up-grade sesuai temuan saintek (Ian G. Barbour, 2005) meskipun via ta’wil proporsional terhadap teks.

Dalam sekte Wahabi, hanya ada sekularisasi agama (diniyah), yang alergi terhadap ta’wil proporsional dengan sains, yang mereka sebut dengan bid’ah dunyawiyah. Maka sejak era Wahabi (1115-1206/ 1701-1793) sampai hari ini, belum ada kontribusi Islam yang konkret di bidang sainteks. Potensinya terkuras menangkal teologi takfiriyah ala Wahabi. Wallaahu a’lam bi al-shawab. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah Rektor Universitas Sains al-Qur’an (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.

Comments