PEKALONGAN,Suaranahdliyin.com – Rais ‘Aam Jam’iyyah Idarah Ahlit Thariqah Mu’tabarah an-Nahdliyyah, Habib Muhammad Luthfi bin Hasyim bin Yahya menjelaskan perihal toleransi sebenarnya bisa dipelajari dan dimulai dari kinerja anggota tubuh manusia. Hal itu ia sampaikan dalam acara Halalbihalal di Kanzus Sholawat, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (06/06/19).
“Belajar toleransi dimulai dari bagaimana kita memperlakukan tubuh kita, apakah berdasar nafsu belaka atau benar-benar diperlakukan menurut baiknya seperti apa?”
Dari makan saja, Habib Luthfi menyontohkan, bagaimana Nabi memperlakukan organ pencernaannya. Nabi Muhammad begitu sabar mengunyah sebuah makanan 40 kali sampai benar-benar halus sehingga tidak merepotkan lambungnya.
“Ada pelajaran toleransi dari mulut kepada lambung, sebab sabar mengunyah, tidak menuruti nafsu sehingga tidak merusak organ pencernaan,” jelasnya.
Menurut Habib Luthfi dari contoh itu bisa diambil hikmah bagaimana kasih sayang Nabi terhadap pencernaannya. Dari situ berkembang kepada kasih sayang terhadap tubuhya, lalu semakin berkembang menjadi kesadaran terhadap kesehatan orang sekitarnya, lingkungannya dan bangsanya.
“Itu toleransi, bagaimana Nabi memperlalukan dirinya sendiri, kemudian kepada orang sekitarnya, lalu juga lingkungannya dan pada lingkup yang besar adalah bangsanya,” jelas Habib Luthfi.
Sebelumnya, Ketua Forum Ulama Sufi Dunia ini menandaskan amanatnya untuk memanfaatkan momentum idul fitri sebagai sarana membangun jiwa. Setelah 30 hari dilatih dengan Ramadan, selayaknya manusia lebih bisa meredam hawa nafsunya.
“Sehingga oleh-oleh dari Ramadan benar-benar bisa kita dapatkan, yaitu meningkat amal baiknya, kepada sesamanya dan lingkungannya,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Habib Luthfi juga menyinggung soal zakat sebagai pilar membangkitkan kekuatan dan mental umat. Menurutnya zakat adalah cara Islam mengangkat martabat kemanusiaan antar sesamanya.
“Zakat itu bukan kebanggaan bagi yang mengeluarkan bisa membantu yang menerima, justru sebaliknya, yang mengeluarkan harus mau mengantarkan dan berterima kasih karena ada yang mau menerima,” tegasnya.
Dengan begitu, mental umat ini akan maju. Yang miskin tidak lantas merasa tersisih karena dipandang sebagai peminta-minta. Begitu juga yang kaya tidak lantas merasa dia bisa memberi sesuatu sehingga lupa siapa yang memberi dan untuk apa sejatinya harta itu.
“Kalau sudah miskin, masih disuruh antre, susah payah begitu, bagaimana umat ini akan memiliki mental yang maju?” tanyanya kepada jamaah.
Hadir pada acara tersebut sejumlah habaib, ulama serta tokoh TNI-Polri Kota Pekalongan. Acara kemudian ditutup dengan doa oleh Habib Luthfi dilanjutkan dengan musafahah yang diiringi salawat secara serempak.(rid,gie/ros,adb)