Zakat untuk Kesejahteraan Umat

0
1146

Oleh: Rahayu Adi Suryanto

Islam dibangun dengan lima tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusannya, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan menunaikan haji bagi yang mampu.

Penjelasan dari hadis ibnu Umar tersebut, mempunyai makna yang dapat kita gali, yakni agar menjadi insan al-kamil (manusia yang sempurna).

Pada kesempatan ini, penulis akan menguraikan beberapa hal tentang betapa pentingnya mengeluarkan zakat. Sebagaimana  hukum mengeluarkan zakat itu sendiri adalah fardlu bagi setiap muslim, yang telah memenuhi persyaratan dan ketentuannya.

Zakat merupakan ajaran yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya, sebagai salah satu pembersih harta. Karena harta yang Allah kasih, sejatinya bukanlah milik kita semata, namun sebagian dari itu adalah harta milik (hak) orang lain.

Maka selayaknya harta milik orang lain itu, harus kita berikan kepada orang yang berhak (mustahiq). Kalau kita tidak memberikan harta tersebut kepada yang berhak, maka kita termasuk salah satu orang yang mengambil hak dari orang lain

Kewajiban mengeluarkan Zakat, merupakan salah satu ajang sebagai pembersih harta yang kotor (bukan milik kita). Selayaknya sebuah kotor yang melekat pada suatu benda, mesti dibersihkan agar tidak mencemari apa yang ada di sekitarnya.

Demikian pula harta kotor yang kita miliki, harus dibersihkan dengan cara mengeluarkan zakat. Agar tidak menjadikan sebuah penyakit pada diri kita sendiri.

Sebagaimana kita pahami, zakat secara bahasa berarti “suci, tumbuh, atau berkembang”. Sedangkan secara istilah, zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Muslim, kepada golongan-golongan yang berhak (mustahiq) atas harta yang dikeluarkan oleh orang yang berzakat (muzaki). Maka bisa dikatakan, zakat pada dasarnya yaitu menyucikan dari memakan harta orang lain.

Adapun golongan-golongan yang berhak menerima zakat tersebut: fakir (orang yang mempunyai harta namun sedikit dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok); miskin (secara harta, miskin di atas fakir); amil (oarng yang mendistribusikan zakat); mualaf (orang yang baru masuk Islam); riqab (hamba sahaya/ budak); gharim (orang yang berhutang untuk mempertahankan jiwanya); fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah); dan ibnu sabil (orang yang berpergian jauh yang kehabisan biaya perjalanan).

Perlu dipahami, ada sebuah nilai kemanusian di dalam mengeluaran zakat. Di antaranya membantu orang yang sangat membutuhkan bantuan ulur tangan. Dengan ini, maka saudara kita yang kekurangan (kurang mampu), akan terbantu dengan diberi zakat.

Manfaat lain, dapat mengurangi tindak kriminalitas di masyarakat. Ingat, tindak kriminal terjadi salah satu sebabnya lantaran tidak terpenuhinya kebutuhan dasar oleh orang yang kurang mampu. Maka dengan berzakat, seorang Muslim telah berkontribusi dalam upaya pengurangan angka kriminalitas.

Kiranya kita perlu pula mengingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Baqarah : 261).

Akhirnya, ingatlah, bahwa jika kalian -orang Muslim- menginginkan hartanya bertambah, maka bersedekahlah, berzakatlah, agar kehidupan kita maupun umat Islam menjadi sejahtera. Wallahu a’lam. (*)

Rahayu Adi Suryanto,

Penulis adalah ketua Dewan Mahasantri (Dema) pada Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus dan penerima Beasiswa Cendekia BAZNAS RI.

 

Comments