SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Prie GS, budayawan Kota Loenpia, didaulat sebagai narasumber kunci dalam workshop untuk mempersiapkan pendirian Program Studi (Prodi) Sinematografi oleh Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo Semarang, Kamis, (15/10/2020).
Workshop terbatas di ruang sidang FUHum yang digelar dengan mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid – 19, ini dihadiri oleh para pimpinan, tim perumus rintisan Prodi Sinematografi dan para calon dosennya.
Dekan FUHum, Dr Hasyim Muhammad, menyampaikan, bahwa untuk mempersiapkan rintisan Prodi Sinematografi ini, perlu masukan dari pihak luar. “Kami berharap, hadirnya Prodi Sinematografi nantinya bisa berkontribusi menghasilkan film-film yang tidak sekadar menghibur, juga sarat pesan moral,” ujarnya.
Wakil Rektor I UIN Walisongo, Dr Muhsin Jamil, mengatakan, bahwa film tidak boleh mengabaikan aspek penting di dalamnya. “Film tidak boleh mengabaikan dimensi logic, ethics dan aesthetics. Yang ketiga ini masih langka. Aspek market perfilman ini memperhatikan aspek proses produksi secara baik terutama film Indonesia terkungkung dalam mistis. Lengkapnya, menurut Kuntowijoyo; mistis, ideologis dan logis,” paparnya.
Dikatakannya, era disrupsi menuntut siapa saja untuk responsive dan mengimbangi dengan langkah disruptif pula melalui kreativitas, apalagi Negara ini sudah memberi wadah badan ekonomi kreatif.
Prie GS, menjelaskan, membuat Prodi tidak boleh terkendala teknis. “Tidak usah terlalu memikirkan hal teknis. Prodi ini harus jalan tanpa harus memikiran aspek-aspek teknis,” tegasnya.
Beragan pesan pun disampaikan Prie GS terkait perumusan rintisan Prodi Sinematografi. “Naluri sastrawan harus dimiliki dalam Prodi ini. Maka perlu rekreasi sinematografis. Perlu pula kepekaan artistic. Jangan sampai ada kesan Prodi yang dibuka sudah kadaluwarsa,” tuturnya.
Menurutnya, ada kunci-kunci sebuah karya seni yang kelak bisa dijadikan dasar dalam karya-karya mahasiswa Prodi Sinematografi UIN Walisongo, antara lain film harus dibuat dengan lighting yang terang. Perlujuga kesantunan artistic dalam mengemas pesan. Lalu, biarkan orang itu digodog sisi artistiknya. Grabbing audience juga mutlak diperlukan,” ungkapnya.
Budayawan yang mengawali karier sebagai jurnalis itu menyebut film “TILIK” yang memiliki kecerdasan dramatic dalam penggarapannya.
“Film TILIK itu sangat artistic dan memiliki simbolisme yang banyak. Misalnya saja, dari suara truk saja, sudah bisa dinilai bagus, terdapat kecerdasan dramatic,” kata budayawan yang sering tampil di layar TV nasional. (win/ adb, ros)