- Sisi Lain di Sekitar Makam Kiai Sholeh Darat (Bagian – 1)
SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Kasus pemerasan parkir kendaraan di lokasi wisata ziarah Kelenteng Sam Poo Kong yang membuat malu Kota Semarang belum lama ini, ternyata tidak menjadi pelajaran untuk menertibkan parkir liar di lokasi wisata ziarah lainnya.
Yaitu di Taman Pemakaman Umum (TPU) Bergota, yang terdapat makam waliyullah yaitu Kiai Sholeh Darat. Ulama besar Nusantara abad ke-19, yang pada Jumat (14/6/2019) ini diperingati Haulnya ke-119, 10 Syawal 1440 H.
Ribuan peziarah memadati makam Kiai Sholeh Darat sejak tiga hari lalu, yaitu sejak tanggal 7 Syawal. Namun seperti tahun-tahun sebelumnya maupun di hari biasa, para peziarah diresahkan oleh ulah juru parkir liar yang suka memalak dengan meminta uang secara tidak wajar.
Pengendara mobil pribadi sering diminta uang parkir Rp 5 ribu atau lebih. Kendaraan umum peziarah seperti angkot sering dimintai uang Rp 10 ribu atau lebih. Bus besar biasa dimintai Rp 50 ribu. Bus sedang dimintai minimal Rp 20 ribu. Sedang sepeda motor, ditarik Rp 2 ribu atau Rp 3 ribu. Bahkan ada yang diminta lebih bila datang malam hari.
Yang paling tidak mengenakkan, permintaan uang parkir itu tanpa ada karcis resmi atau karcis berlabel organisasi. Sedangkan pelaku pemalakan, umumnya dikenali sebagai preman dari warga sekitar makam Bergota.
Ahmad Mustafid, peziarah dari Yogyakarta, mengaku sedih dengan kenyataan tersebut. Dia pernah membawa rombongan santri satu bus, berziarah di makam Kiai Sholeh Darat malam hari. Meski bus yang dia bawa sudah dijaga sendiri oleh sopir dan kernet, tetap dimintai uang oleh sekelompok pemuda dengan dalih uang parkir.
“Saya diminta uang parkir. Saya kasih Rp 20 ribu. Mereka minta tambah. Saya tambahi Rp 5 ribu, masih minta lagi. Terpaksa saya harus memberi Rp 50 ribu. Itupun masih mendapat omelan dari mereka,” ujarnya menggerutu sebagaimana rilis yang diterima Suaranahdliyin.com.
Pengalaman serupa dialami Atok, peziarah asal Malang, Jawa Timur. Dia menceritakan, pernah membawa rombongan tujuh bus berziarah ke Bergota. Usai berdoa di malam Kiai Sholeh Darat, dia didatangi tiga orang pemuda yang mengaku warga sekitar makam.
Para pemuda itu langsung meminta uang Rp 350 ribu. Yaitu menarik uang parkir untuk 7 bus, per bus Rp 50 ribu. Hingga terjadilah adu mulut. “Saya sampai ditengahi seorang anggota polisi. Para preman itu akhirnya mau menerima uang Rp 200 ribu dari saya,” katanya.
Di lain waktu, Atok membawa mobil (roda empat), dia dipalak Rp 10 ribu ketika berziarah di makam Kiai Sholeh Darat. “Sungguh keterlaluan pemerasan di makam Bergota. Setiap orang yang parkir di dalam komples makam atau di pinggir Jalan Kyai Saleh, diperas para preman,” ungkapnya.
Ketua Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (KOPISODA), Dr. KH. In’amuzzahidin yang setiap tahun selalu menjadi panitia Haul, serta sering sekali berziarah di makam Kiai Sholeh Darat, juga mengaku pernah dipalak. Padahal semua penjaga makam atau penjaga kotak amal dari ujung jalan mengenal dia.
“Saya yakin para penjaga parkir sudah hafal saya. Namun nyatanya saya pernah dipalak. Jelas saya ini panitia Haul setiap tahun, kemarin diminta paksa uang Rp 5 ribu ketika parkir mobil. Sedangkan kalau saya membawa sepeda motor berziarah di malam hari, saya tidak tenang akan keamanan motor saya,” keluhnya.
Ironi pemalakan parkir liar di sekitar makam KH. Sholeh Darat pun sudah dilaporkan kep pihak berwenang. Cuitan kejengkelan juga banyak beredar di media sosial, namun sampai kini praktik pemalakan parkir liar, masih saja terus terjadi. (rls/ ros, rid, adb)