(Membincang Lagi) Halalbihalal Budaya Islam Nusantara

0
980

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

Lepas dari perbedaan paham tentang definisi bid’ah, jika merujuk penjelasan dari Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab An-Najdi (Wahabi), maka mematok hari atau bulan untuk sesuatu wazifah adalah bid’ah hasanah.

Itu sebagaimana dijelaskan dalam kitab karyanya:

نخلع كل بدعة الا بدعة لها اصل فى الشرع كجمع عمر   التراويح و جمع القران وجمع ابن مسعود  اصحابه على القصص كل خميس ونحو ذالك فهذا حسن.

Artinya: Kami berlepas diri dari semua bid’ah, kecuali bid’ah yang bersumber dari syari’ah. Misalnya jamaah tarawih dan pengumpulan al-Quran oleh Umar Ibnu Khatthab, kumpul-kumpul para sahabat pada (setiap) Kamis untuk mengkaji kisah oleh Ibnu Mas’ud. Ini semua adalah bid’ah hasanah. (M Bin Abdul Wahhab, Ad-Durar al-Saniyyah, juz 5 hlm. 103)

Perbedaannya, halalbihalal dilakukan pada saat perayaan Idulfitri, sedangkan sahabat Ibnu Mas’ud pada setiap Kamis.

Sependapat dengan itu, Prof A Syalaby dari Mesir menyampaikan:

من العادة الندونيسية تلك العادة التي يسميهالاندونيسيون حلال بحلال اى اعف عني واعفوا عنك. ولم ارى هذه العادة  في غير اندونيسيا من الدول الاسلامية. واعتقد ان هذه عادة  حسنة فاءن  الانسان قد يخطء مع اهله واصدقاءه وزملاءه خطاء صغيرا او كبيرا وقد ينسى ان يطلب العفو منهم. وقال تعالى خذالعفو واءمر بالعرف.

Artinya: Sebagian dari adat bangsa Indonesia yaitu yang mereka namakan halalbihalal (yang artinya ‘maafkan aku’ dan ‘aku maafkan Anda’. Aku (A Syalabi) tidak melihat adat ini di selain Indonesia dari negeri-negeri muslim. Saya yakin, adat ini bagus karena manusia itu terkadang berbuat salah, baik kepada keluarga, sahabat atau koleganya, yang terkadang lupa untuk meminta maaf. Firman Allah: Jadilah kau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf. (A Syalabi, Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyah; QS. 7: 199).

Selain itu, bisa disimak pula penjelasan hadis sahih berikut:

من كانت له مظلمة لاخيه من عرض او شيء فليتحللهمنه اليوم من قبل ان لا يكون دينار ولا درهم. ان كان له عمل صالح اخذ منه بقدر مظلمته وان لم يكن له حسنات اخذ من سياءت صاحبه فحمل عليه.

Artinya: Barangsiapa memiliki kezaliman pada saudaranya, baik mengenai kehormatan atau suatu yang lain, hendaklah memohon kehalalannya pada hari ini (sebelum mati) pra datangnya hari yang tidak ada dinar dan dirham (kiamat). Jika yang bersangkutan memiliki amal saleh, maka akan diambil untuk diberikan kepada orang yang disalahi sesuai kadar kesalahannya. Jika yang bersangkutan sudah kehabisan amal salehnya, maka akan diambil dosa orang yang disalahinya untuk dibebankan kepada pihak pesalah tersebut. (Bukhari No 2269)

Dalam al-Quran di salah satu ayatnya juga disebutkan, bahwa Allah menyediakan surga yang luasnya seluas langit bumi kepada orang yang berinfaq saat lapang dan saat sempit (pailan), orang yang mampu menahan amarah dan memaafkan orang yang bersalah. (QS. 3 : 134)

Menafkahkan harta ketika lagi kaya adalah pantas. Tetapi ketika kita kurangpun, tetap berusaha untuk berbagi kepada yang membutuhkan. Menahan amarah, artinya tidak sembarang hal yang bikin marah harus menumpahkan amarahnya. Ia selektif, hanya jika perlu. Ia marah secara rasional sebagaimana Nabi terkadang marah. Ia hendaklah seperti tremos air minum. Meskipun di dalamnya ada air panas, di luaran tetap dingin. Ia baru keluarkan air panas itu jika ada orang haus. Apa artinya keluarkan air panas jika tidak akan diminum?

Pun demikian terhadap orang yang bersalah. Seharusnya kita tidak boleh menyimpan dendam. Kecuali bisa menggerogoti kesehatan psichofisik kita, juga nir pahala. Orang bijak mengatakan, “The best revenge is succes.” Wallaahu a’lam bi al-shawaab. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah Rektor Universitas Sains al-Qur’an (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.

Comments