Pemerintah mengungkapkan bahwa jumlah Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH atau dengan sebutan Rumah Potong Hewan Ruminansia yang selanjutnya disingkat (RPH-R) ataupun Rumah Potong Hewan Unggas bersertifikat halal (RPH-U) masih minim.
Jumlah yang telah bersertifikat halal tak sampai 100 unit (Mei 2016). Jumlah ini belum memperhitungkan rumah potong, terutama unggas, yang ilegal dan tak terlacak. Selama ini belum ada penertiban rumah potong unggas skala kecil yang kebanyakan ilegal. Diasumsikan penyembelih yang tahu tata cara penyembelihan secara Islam juga sedikit.
Kajian tentang juru sembelih di lapangan perlu dilakukan agar hasilnya dapat digunakan sebagai pemetaan kompetensi yang tersedia. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana kompetensi juru sembelih yang sesuai dengan standar kompetensi sesuai Kep. Menaker dan Transmigrasi No. 196 tahun 2014 serta sesuai syariat agama?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan informasi tentang kompetensi yang harus dipenuhi oleh juru sembelih berdasarkan agama dan peraturan pemerintah. Untuk mencapai hasil tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pustaka.
Temuan Penelitian
Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No. 196 tahun 2014 tentang standar kompetensi kerja nasional Indonesia kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan golongan pokok jasa penunjang peternakan bidang penyembelihan hewan halal mensyaratkan bahwa seorang penyembelih harus mempunyai kompetensi berikut ini.
- Melakukan ibadah wajib
- Menetapkan persyaratan syariat Islam
- Menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja
- Melakukan komunikasi efektif
- Mengkoordinasikan pekerjaan
- Menerapkan higiene sanitasi
- Menerapkan prinsip kesejahteraan hewan
- Menyiapkan peralatan penyembelihan
- Melakukan pemeriksaan fisik hewan
- Menetapkan kesiapan hewan untuk disembelih
- Menetapkan teknik penyembelihan hewan
- Memeriksa kelayakan proses penyembelihan
- Menetapkan status kematian hewan
Penyembelihan Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dijelaskan secara langsung mengenai standar-standar yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat dikategorikan sebagai produk halal.
UU ini hanya memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat muslim agar memperoleh produk halal pada setiap produk yang beredar di Indonesia karena berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan produk halal belum memberikan kepastian dan jaminan hukum, termasuk dalam produk hewan.
Hal ini dijelaskan pada pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bekerjasama dengan Kementerian dan/atau lembaga terkait: Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia.
Hal itu menunjukkan bahwa standar sertifikasi halal suatu produk juga berdasarkan pada fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Adapun UU tentang Penyembelihan Halal dapat dilihat pada Pasal 18 dan 19 Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Pasal 18 memberi penegasan bahwa setiap hewan yang akan diedarkan untuk selanjutnya diolah sebagai produk harus disembelih sesuai dengan syari’at Islam. Adapun Pasal 19 memberikan makna bahwa ketentuan yang mengatur tentang kriteria halal menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tersebut mengacu pada syariat Islam yang diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal dan Kaidah Kesejahteraan Hewan serta Kesehatan Masyarakat Veteriner yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Mayarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Persyaratan tata cara penyembelihan halal antara lain membaca “Bismillahi Allahu Akbar” ketika akan melakukan penyembelihan, hewan disembelih di bagian leher menggunakan pisau yang tajam, bersih, dan tidak berkarat, dengan sekali gerakan tanpa mengangkat pisau dari leher dan pastikan pisau dapat memutus atau memotong 3 (tiga) saluran sekaligus, yaitu saluran nafas (trachea/hulqum), saluran makanan (esophagus/ mar’i), dan pembuluh darah (wadajain).
Selain itu, mengenai penyembelihan secara Islam juga disebutkan dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal yang di dalamnya mengatur lebih rinci lagi mengenai standar kehalalan penyembelihan hewan yang meliputi, standar bagi penyembelih, alat penyembelih, serta proses penyembelihan.
Adapun syarat-syarat penyembelihan yang menjadi standar penyembelihan halal di Indonesia adalah (Amin, 2011: 747):
Penyembelih: (a) harus beragama Islam dan sudah akil baligh (b) Memahami tata cara penyembelihan secara syar’i.
Alat Penyembelihan: (a) Alat penyembelihan harus tajam (b) Alat dimaksud bukan kuku, gigi/taring atau tulang.
Tata Cara Penyembelihan:
Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah Hal tersebut berdasar pada Qur’an Surat Al-An’am ayat 121
Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari’/ esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulqum/ trachea), dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.
Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut
Hewan yang disembelih: (a) Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan (b) Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih(c) Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.(Sumber : iqra.id/csr/adb)
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Agus Mulyono yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama Tahun 2020