TEMANGGUNG, Suaranahdliyin.com – Lailatul qadar yang dijelaskan dalam Alquran lebih baik dari seribu bulan, jangan sampai direbut orang. “Jadi kalau ibu-ibu ini takut suaminya diambil orang atau sekarang disebut pelakor, perebut lelaki orang. Nah lailatul qadar sama, jangan sampai diambil pelakor,” kata Moh. Syafi.
Moh. Syafi, Ketua Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) STAINU Temanggung mengutarakan hal itu di Masjid Baitul Karim Dukuh Gandon, Desa Gandu, Kecamatan Tembarak, Temanggung, Selasa (5/6/2018).
Hal itu diungkapkan dalam dialog bersama menindaklanjuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAINU Temanggung di desa setempat, yang dibarengkan dengan tradisi maleman. Nampak hadir, sejumlah kiai, imam masjid, jamaah dan mahasiswa peserta KKN.
‘’Lailatul qadar merupakan malam misterius. Meskipun di berbagai hadis dijelaskan lailatul qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir,” ungkapnya dalam acara yang juga dihadiri serta dosen STAINU Temanggung lain, yakni Hamidulloh Ibda dan Khamim Saifuddin.
Khamim Saifuddin, berpesan warga Desa Gandu memegang teguh tradisi dan tak perlu memusuhinya. ‘’Banyak sekali potensi seni di Desa Gandu, yang merupakan warisan Sunan Kalijaga, yang harus diuri-uri,’’ ujarnya.
Tradisi itu antara lain Topeng Ireng, Jaran Kepang, Sandul, Kethoprak dan lainnya. ‘’Berbagai kekayaan tradisi itu jangan dijadikan tujuan, tapi alat (media) untuk dakwah,” kata Wakil Sekretaris PCNU Temanggung tersebut. (ibd/ ros)