PSGA UNISNU Jepara
Gelar FGD Respons Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 tentang PPKS

0
1239
Rektor menyampaikan paparan sebelum membuka FGD

JEPARA, Suaranahdliyin.com – Kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi (kampus), menjadi perbincangan hangat dan memicu perdebatan di kalangan masyarakat, akhir-akhir ini.

Sebagaimana diketahui, Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi yang dikeluarkan oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim, memang memantik diskusi banyak pihak.

Merespons hal itu, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UNISNU Jepara menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan kampus di ruang seminar FEB UNISNU Jepara, Rabu (17/11/2021) lalu.

Hadir sebagai narasumber pada FGD yang dibuka oleh Rektor Unisnu, Dr H Sa’dullah Assa’idi MAg itu, Khasan Ubaidillah SPd MPdI, Kepala PSGA UIN Raden Mas Said, Surakarta.

Nampak hadir pula pada kesempatan itu, antara lain Dr Aida Nahar Msi (wakil rektor II), Drs Zainul Arifin Mhum (Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Inovasi), para Dekan di lingkungan UNISNU Jepara, pimpinan Lembaga dan UPT, hingga pengurus BEM dan UKM.

Dr Sa’dullah Assa’idi mengapresiasi atas terselenggaranya FGD ini. Menurutnya, diskusi tersebut merupakan langkah memperoleh solusi terkait masalah kekerasan, dengan meningkatkan kualitas diri.

“Perlu dicamkan pada diri kita, untuk selalu menjadi manusia yang berkualitas. Mari pesan al Quran kita camkan dengan baik, karena pesannya adalah bagaimana membentuk kepribadian manusia,” tegasnya.

Drs Zainul Arifin MHum, menyampaikan, FGD digelar dengan tujuan mengajak semua pimpinan di lingkungan UNISNU Jepara, terkait kebijakan dan payung hukum untuk penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan Kampus UNISNU Jepara.

Menurut kepala PSGA UNISNU Jepara, Santi Andriyani MPd, pihaknya telah melakukan survei terhadap 4039 mahasiswa mengenai kekerasan seksual. “Survei ini untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa mengenai kekerasan seksual. Juga untuk mengetahui adanya kekerasan seksual di lingkungan kampusnya,” ungkapnya.

Sementara Khasan Ubaidillah, kekerasan seksual adalah perbuatan yang melibatkan tubuh secara paksa. “Kekerasan ini dilakukan oleh dan/ atau masyarakat kampus, sehingga berakibat pada penderitaan fisik, mental, seksual, dikarenakan ketimpangan kuasa dan atau relasi gender dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat atau kegiatan lainnya,” jelasnya.

Untuk melakukan pencegahan, tuturnya, kampus perlu membuat program pencegahan dan pelayanan terpadu. “Harapannya, itu dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi warga (sivitas) kampus, agar ruang akademik terbangun dengan kondusif, berintegritas, serta inovatif,” ujarnya dalam FGD dengan Mayadina Rohmi SHI MA sebagai fasilitator. (ham/ ros, adb, rid)

Comments