
PATI, Suaranahdliyin.com – Forum Komunikasi Pengasuh Pondok Pesantren se Kajen (FKPPK) Kecamatan Margoyoso, membentuk satuan gugus tugas (Satgas) pencegahan sebaran Covid-19. Langkah itu diambil sebagai antisipasi jika para santri kembali ke pesantren masing-masing.
Pembentukan dilakukan setelah adanya rapat pleno pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) dan pimpinan Madrasah tentang protokol pengaktifan kembali ponpes Kajen dan sekitarnya, yang bertempat di serambi Masjid Kajen pada Rabu (10/6/2020) lalu.
Dalam hal itu, FKPPK melibatkan unsur pemerintahan desa, tenaga kesehatan, ahli gizi, Banser, dan relawan NU-UNICEF. Nantinya, mereka akan membuka posko di Gedung Islamic Centre Masjid Jami’ Kajen yang beroperasi selama 24 jam.
“Kami juga menyusun protokol keselamatan, agar bisa dipakai masing-masing pesantren, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan anggota FKPPK. Di Kajen ada puluhan pesantren yang berbeda dalam kepengasuhan, pengelolaan, dan penjurusannya,” jelas ketua FKPP, H. M Mujiburrohman Ma’mun
Kendati demikian, Lanjut Gus Mujib, terkait pengembalian santri ke pesantren ia percayakan sepenuhnya pada kebijaksanaan dan kesiapan para kiai (pengasuh pesantren), dalam menyusun dan menyiapkan sarana prasana sesuai standar protokol keselamatan covid. Selain itu juga tetap memerhatikan arahan pemerintah, dalam hal ini kemenag dan dinas kesehatan.
“Regulasi tentang new normal pesantren dari pemerintah, kita tunggu sebagai acuan dalam menyusun protokol. Sayangnya, sampai kini belum keluar-keluar juga. Kita kan tidak bisa terus menunggu. Para santri, wali santri, dan masyarakat umum sudah banyak yang bertanya kapan pesantren akan kembali dibuka,” ungkap Gus Mujib.
Sebagai kesiapan dalam menyambut santri yang kembali ke pondok, pihaknya menyiapkan seratusan alat rapid test untuk jaga-jaga. Namun, tidak secara keseluruhan para santri dapat menggunakannya. Sebab, santri dari berbagai Ponpes yang ada di Kajen berjumlah kurang lebih 20 ribu orang. Sejatinya, alat tersebut dibeli menggunakan kas FKPPK serta bantuan dari alumni pesantren.
“Kami sudah menyiapkan rapid test itu untuk jaga-jaga, barangkali nanti setelah pesantren dibuka ditemukan santri yang sakit dengan gejala covid, rapid test itu akan kita gunakan untuk deteksi awal dan tracing awal apabila ditemukan kasus positif. Rapid test yang kita siapkan tidak untuk digunakan kepada setiap santri yang datang, melainkan kita pakai apabila ditemukan gejala suspect covid,” jelasnya.
Untuk itu, santri yang datang cukup membawa surat keterangan sehat dari puskesmas daerah asal. Toh kita sudah sepakati, bahwa santri yang punya penyakit penyerta, penyakit kronis, atau berasal dari daerah merah tidak diperkenankan kembali ke pondok dalam situasi pandemik ini, nanti proses pembelajarannya bisa diikuti dengan sistem daring.
Gus Mujib juga berharap, agar pemerintah membantu melengkapi sarana prasarana pesantren. Seperti membantu pengadaan alat thermo gun, peralatan semprot disinfektan, wastafel dan cairan disinfektan, handsanitizer, sabun cair juga vitamin-vitamin. “Bukan alat rapid test, yang menurut kami, akurasi dan kemanfaatannya kurang maksimal, apalagi harganya cukup mahal,” tegasnya.
Diakuinya, sejauh ini para alumni banyak yang membantu kebutuhan pesantren dalam menghadapi new normal. Ada yang membantu hand sanitizer botolan dan alat thermo gun, dan sudah diterimakan langsung ke sebagian pesantren. Namun belum mencukupi untuk seluruh pesantren di Kajen.
‘’Kami berharap, para alumni ini bisa lebih proaktif menghubungi pesantrennya masing-masing, membantu apa yang sekiranya pesantren butuhkan dalam menghadapi pandemi ini, agar bisa dimanfaatkan oleh adik-adik kelasnya di pondok,” tuturnya.
Sedang mengenai protokol kedatangan santri, nantinya menggunakan strategi pentahapan dan zonasi. Tahap pertama untuk santri asal Pati. Sementara tahap dua untuk santri yang berasal dari luar Pati. Konsepnya, antara tahap satu dan dua dilakukan jeda minimal sepekan.
“Strategi penahapan dan zonasi, dimaksudkan untuk memudahkan kontrol kondisi kesehatan santri. Santri yang berasal dari darah yang memberlakukan PSBB, atau dari kecamatan berstatus zona merah, tidak diperbolehkan kembali ke pesantren dulu. Juga, santri yang memiliki penyakit penyerta. Maka wali santri harus segera meyampaikan kondisi santri kepada pesantren,” harapnya.
Gus Mujib juga mengimbau pesantren anggota FKPPK yang hendak membuka kembali pesantrennya, agar menyiapkan obat-obatan yang mencukupi. “Dan juga stok logistik yang memadai untuk para santri, selain melengkapi sarana prasana yang sesuai protokol keselamatan Covid – 19,” katanya. (khil/ ros, adb, rid)