
JOMBANG, Suaranahdliyin.com – Baru – baru ini, tepatnya pada malam 1 Rajab 1440 H., digelar peringatan haul KH. Bisri Syansuri (Mbah Bisri) sekaligus memperingati Hari Lahir (Harlah) Pondok Pesantren (Ponpes) Denanyar, Jombang.
Peringatan haul salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus memperingati Harlah Ponpes yang didirikan besan Hadratusy Syaikh M. Hasyim Asy’ari itu, dihadiri oleh KH. Agus Ali Masyhuri dari Sidoarjo, Jawa Timur.
Ada empat poin penting tausiyah yang disampaikan pada kesempatan itu. pertama, umur manusia bukan miliknya. Seorang Sahabat pernah meminta nasihat kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam tentang agama, agar dia tidak perlu bertanya kepada orang lain.
Rasulullah pun besabda: qul aamantu billah tsummas taqim. Katakan, aku beriman kepada Allah, kemudian istqomah-lah. Kata kuncinya, usahakan istiqomah tetap berjuang, sebab hidup ini merupakan pergulatan antara kebenaran dan kebatilan. Jika Anda tidak menyibukkan diri dengan kebenaran, pasti Anda disibukan oleh kebatilan.
Apa makna mmur manusia bukan miliknya? ‘’Umur yang digunakan hidup bersama Allah, itulah umur manusia yang sebenarmya. Banyak yang berumur panjang, namun manfaatnya kurang banyak. Sebaliknya, berumur singkat, namun padat manfaatnya. Sabda Rasulullah: Khoirun nas man thoola umruhu wa hasuna ‘amaluhu,’’ terangnya.
Kedua, jaga lisanmu, selamat hidupmu. Disebutkan, ketika Sahabat Utbah bin Amir bertanya tentang keselamatan hidup pada Kanjeng Nabi, beliau bersabda: amsik alaika lisaanaka, walyasak baituka, wabki ‘ala khotiiatika (jagalah lisanmu, luaskanlah rumahmu dan tangisilah perbuatan salahmu).
‘’Kalau mau selamat dunia akhirat, jangan bicara kecuali benar dan manfaat, karena setiap kata yang kita ucapkan pasti didengar Allah dan pasti dimintai pertanggungjawaban. Maka berpikir sebelum bicara adalah keniscayaan, karena kalau sudah keluar tidak bisa ditarik lagi. Banyak orang berpangkat jenderal tapi ngomongnya kayak kopral. Banyak juga yang mengaku kiai/ustadz tapi ngejak gelut orang. Kiai kok ngejak gelut,’’ katanya.
Untuk itu, Gus Ali Masyhuri pun mengajak kepada semuanya untuk terus belajar mendengarkan secara empatik. Allah menciptakan dua telinga dan satu mulut. Itu isyarat, kita disuruh lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. Karena itulah, KH. Bisri Syansuri termasuk kiai yang sangat saya kagumi. Beliau alim, zahid, wirai. Saking wira’i-nya sampai-sampai ndak mau makan di warung. Bedo karo Ali Mashuri. Sek seneng nang warung, opo maneh sing marung ayu,’’ lanjutnya sembari bercanda.
Maka, tambah Gus Ali, sangat bijak pepatah ‘’dalam laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu’’. Namun perlu diketahui, dalamnya hati dapat dilihat dari lisannya. Nek ono wong ngomonge bulet, berarti atine bulet, karena lisan itu cerminan hati. Nek wong atine bersih, sing diomongno pasti kebaikan; tolong-menolong, persatuan, dan sebagainya. Nek wong atine kotor, maka lisannya juga kotor. Bisanya hanya mencaci, memaki dan menghina. Nek gak ngelokno wong limang menit ae ndase ngelu.
Rasulullah bersabda: Laa yastaqiimu iimanu ‘abdin hatta yastaqiima qolbuhu, wa laa yastaqiimu qolbuhu hatta yastaqiima lisaanuhu. ‘’Terjemah pojok kampunge, ndandani iman kudu ndandani ati, ndandani ati kudu ndandani lisan. Maka Syaikh Jalaludin Rumi mengatakan; bila fisik Anda sakit pergilah ke dokter, bila hati Anda sakit pergilah ke kekasih-kekasih Allah. Dadi ojo nang dukun. Dukun iku nek ngomong 10, sing songo mesti salah, sing siji durung karuan bener. Alias salah kabeh,’’ tuturnya.
Maka, keselamatan hidup dengan menjaga lisan itu bisa diwujudkan dalam praktik kehidupan nyata, kalau bisa mengusung minimal dua hal, yakni apa yang kita ucapkan sesuai dengan fakta, bukan persepsi apalagi ilusi. Nek kuntul yo arani kuntul, gagak yo warahen gagak. Kalau sekarang kan banyak kebalik. Kuntul diwarah gagak, gagak diwarah kuntul. Terlalu banyak polesan.
‘’Lalu, setiap kata memiliki tempat yang tepat, dan setiap tempat memiliki kata yang tepat. Misalnya ada mubaligh datang ke walimahan lalu menerangkan ayat-ayat perang; lawan, bunuh! Kalau begitu itu ayatnya bener, hadisnya bener, tapi tempatnya yang tidak tepat,’’ ucapnya.
Ketiga, gak rumongso diatur Allah, tetapi rumongso ngatur Allah. ‘’Gusti Allah itu kalau memberikan sesuatu pasti melihat apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan. Nek gak sadar dengan prinsip ini, dadine gak rumongso diatur Allah, tetapi rumongso ngatur Allah,’’ urainya.
Gus Ali pun menyontohkan, di Bangil ada seorang janda, anaknya tujuh, kecil-kecil semua. Ma’isyahnya dodol gorengan dan kerupuk. Waktu anaknya masih kecil, larisnya, maa syaaAllah. Bareng anake wes mentas, tambah lama tambah gak payu. Habis itu unjuk rasa ke Tulangan (Sidoarjo). Lalu bertanya: Pak Kiai, mosok dungone keliru. Semakin saya baca kok semakin tidak laku blas, ini bagaimana?
‘’Saya katakan: Malaikat itu gak pernah salah melaksanakan tugasnya. Dulu Allah membuat dagangan sampean laris, karena anak-anak sampeyan masih kecil. Nah sekarang anak-anak sampeyan sudah besar-besar dan bisa bekerja sendiri. Wes gak wayahe sampeyan dodolan gorengan, wayahe akeh-akeh nang Masjid dan melok pengajian,’’ ungkapnya.
Dilanjutkannya, ‘’Makane ngaji tauhid. Koyok Mbah Buyut kita dulu. Meskipun gak sekolah dan banyak anak, gak pernah kuatir dengan rizki dari Allah. Karena Allah memberikan rizki sesuai kebutuhan hambanya. Kalau sekarang, orang malah takut punya anak banyak. Kuatir gak iso ngeramut. Padahal wes pinter-pinter, sekolahe duwur-duwur. Ada yang gelarnya MM (mumet melulu). SPd (sarjana penuh derita). MSi (masih seperti itu alias uripe nguna-ngunu ae). Akhire duwene RSS (rumah sulit selonjor),’’ ujarnya.
Keempat, jayalah negeriku, jayalah bangsaku. Majelis yang begini, kata Gus Ali, jangan diremehkan. Di dunia ini tidak ada Islam yang sebebas di Indoneaia. Pengajian nutup dalan itu gak ada kalau gak di Indonesia. Ndek Saudi ngaji nutup dalan ditangkap polisi. Apa lagi shalawatan. Gitu kok katanya kriminalisasi ulama. Ulama mana yg dikriminalisasi? tunjukkan pada saya. Para ulama setiap hari masih rutin ngaji di pesantren-pesantren dengan aman dan damai. Makanya, kalau ada yang pasti kenapa pilih yang masih obral janji? Understand?
‘’Kadang ada yang bilang, kenapa NU kok ngurusi politik? Kata kuncinnya; Apalah arti segudang kebenaran kalau tidak didukung secuil kekuasaan. Maka NU harus punya sayap politik yang kuat, karena NU punya umat yang banyak. Kalau sayap politik NU tidak kuat, ya jadi bancakan, dadi kenduren di tengah-tengah yang digerogoti orang lain. Kalau Senayan dikuasai orang lain, nanti produk undang-udangnya ya anti Islam, anti NU,’’ tandanya. (rls, gie, rid, mail, lam, luh/ adb, ros)