Pakistan Studi Banding Pendidikan Kesetaraan di Pondok Pesantren Salafiyah

0
1341
Penyerahan kenang-kenangan dari pihak Pakistan kepada perwakilan Indonesia.

BANDUNG, Suaranahdliyin.com – Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, menerima delegasi yang terdiri atas Sekretaris Kementerian Pendidikan Federal, Staff dari Negara Federal Provinsi Balochistan dan Sindh serta Koordinator dari JICA-AQAL Project di Pakistan dan Dekan Fakultas Pendidikan pada Allama Iqbal Open University Islamabad. Total peserta delegasi sebanyak 18 orang.

Rencananya pemerintah Pakistan melalui Japan Internasional Cooperation Agency (JICA)-Advancing Quality Alternative Learning (AQAL) Project di Pakistan, akan melakukan benchmarking terkait penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Salafiyah.

Rencananya, rombongan akan mengunjungi salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) penyelenggara Pendidikan Kesetaraan yang ada di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/3/2019).

Selain ke beberapa pesantren salafiyah penyelenggara program Pendidikan Kesetaraan, rombongan juga akan mengunjungi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berada di Bandung, Jawa Barat hingga Jumat (15/3/2019).

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pontren), Dr. Ahmad Zayadi, menyambut baik kegiatan benchmarking yang diinisiasi JICA dalam upaya melihat pendidikan kesetaraan yang telah dilakukan seribu lebih pesantren salafiyah di Indonesia. “Yang di Bandung itu, salah satu contoh layanan pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh pesantren,” ujarnya.

Dijelaskan oleh Zayadi, pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh pesantren salafiyah, telah melayani program pendidikan bagi masyarakat yang selama ini tidak terjangkau oleh layanan pendidikan formal yang ada di negeri ini, melayani yang belum terlayani, reach the unreach, menjangkau yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan formal.

Kepala Penasihat JICA-AQAL Pakistan, Chiho Ohashi, mengatakan, Negara Pakistan merupakan dua Negara terbesar setelah Nigeria dengan anak putus sekolah sebanyak 22,8 juta jiwa dengan rentang umur usia wajib belajar anak usia 5-16 tahun. ‘’Pakistan juga merupakan Negara dengan tingkat buta aksara di atas usia 10 tahun ke atas, dan terus meningkat setiap tahunnya,” kata Chiho.

Untuk itulah, dalam studi banding di Indonesia kali ini, diharapkan bisa meningkatkan pendidikan non-formal sebagai pendidikan alternatif yang berkualitas di Pakistan. “Kunjungan ini dirancang untuk belajar bagaimana membuat kebijakan hingga standar kurikulum secara efisien pada usia sekolah dasar dan menengah,” ungkapnya.

Lebih lanjut Chiho menambahkan, Indonesia merupakan negara yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mengelola pendidikan non-formal, dengan inisiatif dan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah. (shol/ adb, ros, rid)

Comments